Miris, Milenial dan Gen Z di Indonesia Terjerat Pusaran Utang Pinjol, Hampir 70 Persen Macet

Share this:
BMG
Ilustrasi.

Direktur Ekonomi Digital Center of Economi and Law Studies (Celios), Nailul Huda, mengaku tak terkejut. Dia mengatakan, penyebab utamanya adalah perilaku konsumtif mereka yang tak diiringi peningkatan pendapatan yang signifikan, terutama untuk memenuhi kebutuhan yang sifatnya leisure, seperti menonton konser, jalan-jalan, dan membeli perangkat elektronik baru, termasuk ponsel.

Data OJK tahun 2023 sendiri menunjukkan, 65 persen dari total uang yang disalurkan aplikasi pinjol digunakan bukan untuk memenuhi kebutuhan primer.

Penyebab lainnya, menurut pria yang akrab dipanggil Huda itu adalah kemudahan proses peminjaman. Para calon nasabah hanya perlu menyiapkan KTP dan akun platform digital untuk bisa langsung dapat pinjaman di platform tertentu, tanpa ada pemeriksaan kemampuan bayar yang lebih valid.

“Pinjaman online tertentu hanya perlu satu jam untuk meng-ACC (menyetujui, red). Bandingkan dengan aplikasi kartu kredit yang memerlukan waktu hingga dua minggu,” sebutnya.

Direktur Ekonomi Digital Celios, Nailul Huda.

BacaDari Parapat Danau Toba, Wapres Ma’ruf Amin Dorong Kampanye Bumbu Tradisional Indonesia Mendunia

BacaAnda Petani Hidroponik? Ini 7 Strategi Efektif Pemasaran Produkmu

Mengapa bisa semudah itu? Menurut Huda, berbeda dengan perbankan yang mengandalkan data transaksi pembayaran, aplikasi pinjaman online menggunakan data-data alternatif untuk mengukur kemampuan membayar seseorang (credit scoring), seperti catatan transaksi e-commerce, catatan google-map, dan catatan telekomunikasi.

“Credit scoring yang dilakukan perusahaan pinjaman online harus diperbaiki. Itu hal krusial yang harus dilakukan untuk memperbaiki kualitas nasabah peminjamnya,” jelasnya.

Halaman Selanjutnya >>>

Halaman Sebelumnya <<<

Share this: