Miris, Milenial dan Gen Z di Indonesia Terjerat Pusaran Utang Pinjol, Hampir 70 Persen Macet

Share this:
BMG
Ilustrasi.

Agar Tidak Terjerat Utang Pinjol

Lantas, apa yang perlu dicermati agar tidak terjerumus pada pusaran utang?

Prita menyarankan, pertama-tama, para calon pengutang berpikir dua, tiga, atau bahkan mungkin empat kali sebelum memutuskan membeli sesuatu.

Jika memang tidak betul-betul dibutuhkan, dan kemungkinan malah akan membuat kondisi keuangan tidak sehat, ia menyarankan untuk tidak membelinya.

Kemudian, kata Prita, mereka juga perlu mencermati secara seksama pinjol yang akan diambil. Prita menyarankan, calon peminjam perlu memeriksa legalitas aplikasi pinjol di situs OJK.

“Karena kalau itu ilegal, efeknya adalah ke biaya bunga, cara penagihan dan lain-lain yang akan memberatkan kita di kemudian hari,” tandasnya.

“So pastikan anak muda itu paham banget berapa sih total yang harus dibayarkan kembali, termasuk pokoknya, bunganya, dan biaya-biayanya,” terangnya.

Yang juga tak kalah penting, menurut dia, konsumen perlu mengetahui apa risiko gagal bayar, bagaimana cara penagihan pinjaman, dan bagaimana prosedur meminta keringanan.

Terkait suku bunga, menurut Huda dari Celios, ada persepsi keliru masyarakat terhadap bunga yang ditawarkan aplikasi pinjol. Aplikasi pinjol, katanya, sering menggunakan gimmick yang menyesatkan.

Mereka, kata Huda, umumnya mengiklankan bunga pinjaman harian, yakni sebesar 0,3 persen hingga 0,4 persen dan bukan bunga tahunan. Ini berbeda dengan perbankan, yang pada umumnya mengiklankan bunga pinjaman tahunan, yakni sebesar 6-12 persen.

Bunga harian dan bunga tahunan adalah dua hal yang berbeda, tegas Huda. Bunga harian 0,3 persen sama artinya dengan bunga tahunan 109,5 persen.

“Pinjol diklaim lebih murah dibandingkan dengan perbankan. Padahal, pada kenyataannya, bunga pinjaman aplikasi online jauh lebih tinggi daripada bunga pinjaman perbankan,” terangnya.

Data OJK menunjukkan bahwa nilai pinjaman lewat aplikasi pinjol dalam beberapa tahun terakhir tumbuh sangat pesat dibandingkan dengan nilai pinjaman perbankan. Aplikasi pinjol membukukan pertumbuhan dua digit per tahun, yakni sekitar 18 persen, sementara perbankan hanya 0,7 persen per tahun.

Agar generasi muda tidak terjerat utang pinjol, Huda menyarankan pemerintah untuk membenahi sistem pendidikan saat ini. Dia menilai, kurikulum pelajaran sekolah, terutama di tingkatan menengah atas ke bawah, kurang terintegrasi dengan literasi keuangan dan perkembangan dunia digital.

“Seharusnya, memang ada integrasi pelajaran tentang literasi keuangan dan digital dalam pembelajaran di sekolah, tidak hanya ketika ada event atau bulan literasi saja. Makanya, banyak pelajar kita yang begitu lulus, gagap literasi keuangan digital,” kata Huda.

Lebih jauh, Huda juga memperingatkan, adanya kaitan kuat antara aplikasi pinjol dan judi online.

BacaJokowi Resmikan Kampanye Beli Kreatif Danau Toba

BacaAndaliman, Rempah Eksotik Tanah Batak Diekspor ke Jerman

Berdasarkan pengamatannya, mereka yang kalah judi online cenderung memburu pinjol karena menawarkan sistem mudah dan cepat. Peningkatan judi online, menurutnya, bakal memicu lonjakan utang di pinjol, baik yang legal maupun ilegal. (sumber: voaindonesia.com)

Halaman Sebelumnya <<<

Share this: