Sejarawan Inggris: Gus Dur dan Ahok seperti Soekarno dan Diponegoro

Share this:
kompas
Seminar Nasional dengan tema Diponegoro dalam Sejarah dan Memori ini mengupas singkat tentang buku Kuasa Ramalan yang ditulis Peter Carey, sejarawan asal Inggris. Ia menulis hasil penelitiannya tentang Diponegoro, perjuangannya, serta ketidakadilan yang dialami masyarakat Jawa di masa kolonial.

Opini pun terbentuk bahwa Diponegoro memberontak karena patok-patok untuk pembuatan jalan di Tegalrejo mengganggu pesantrennya. Ia juga dianggap tidak senang menjadi sultan. Pelajar sekolah dasar hingga atas mendapatkan materi serupa.

“Tidak masuk akal hanya karena patok jadi perang sampai lima tahun,” kata Wardiman. Menurut Wardiman, Kuasa Ramalan membuka wawasan. Dalam buku itu, Diponegoro muncul lantaran melihat ketidakadilan kolonial pada rakyat Jawa saat itu.

Tindakan mereka di antaranya memanfaat warga keturunan Tionghoa untuk menarik cukai atas pemanfaatan jalan menuju desa-desa, membagi tanah lokal pada pendatang, ongkos produksi naik, sedangkan petani sebagai pekerja memperoleh ongkos murah, hingga peredaran opium yang dibawa kolonial saat itu.

Diponegoro semakin sedih ketika mendapati kerusakan moral di dalam keraton. Ia melihat perwira Belanda seenaknya membawa putri keraton hingga berbulan-bulan.

“Maka, perlu ada keadilan. Karena sejak 200-an tahun, rasa keadilan masyarakat Jawa itu jadi kuat. Berjuang dengan ratu adil itu pasti akan banyak yang mendukung,” kata Wardiman.

“Dia tidak semena-mena membuat perang. Tidak semena-mena memberontak karena makam diobrak-abrik. Tetapi dia mau memperjuangkan hak wong cilik karena sehari-hari dia hidup bersama orang kecil,” kata Peter.

Share this: