Pemuda Disabilitas Ini Tetap Berjuang di Masa Pandemi: Pakai Kursi Roda Mencari Barang Bekas

Share this:
BMG-PELITA MONALD GINTING
Muhammad Ali, penyandang disabilitas yang tetap berjuang dengan mengumpulkan barang bekas untuk keberlangsungan hidup keluarga.

KARO, BENTENGTIMES.com – Pengusaha besar pun terdampak akibat pandemi Covid-19 saat ini. Apalagi masyarakat kecil yang berjuang setiap hari untuk menyambung kehidupan di hari berikutnya. Seperti yang dialami keluarga Parni yang tinggal di Gang Sinukaban Desa Sumbul, Kecamatan Kabanjahe, Kabupaten Karo.

Ditemui pada Minggu (7/6/2020), Parni (48) mengatakan bahwa mereka mengalami kesulitan ekonomi yang sangat parah, karena selama ini dirinya hanyalah pekerja serabutan, tinggal di rumah kontrakan dan tidak punya lahan pertanian untuk dikelola.

BACA: Bencana Alam di Tengah Pandemi, Dusun Bakerah Karo Diterjang Lahar Dingin

Dia mengatakan bahwa suaminya sudah meninggal dunia dan dia tinggal bersama anaknya Muhammad Ali (15), yang seorang penyandang disabilitas dan Zainuddin, serta dengan kerabatnya yang lain, Santy (41).

Parni mengatakan, untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, Muhamad Ali bekerja mencari barang bekas, seperti botol bekas, besi bekas, plastik, atom dan barang bekas lainnya bersama adiknya, Zainuddin dan dua orang temannya, Jemenson Kristianta (11) dan Diki Irawan (9), yang merupakan anak Santy.

Saat mencari barang bekas di seputaran Kecamatan Kabanjahe, Ali menggunakan kursi roda yang didorong Kris dan Irawan. Pekerjaan itu harus dilakukan karena Parni setiap bulan mereka harus membayar uang kontrakan sebesar Rp300 ribu, ditambah uang air dan listrik.

“Mereka bertiga biasanya berangkat pukul 10.00 WIB sampai 18.00 WIB memutari Kabanjahe. Pekerjaan tersebut sudah mereka geluti kurang lebih selama 6 bulan,” ujar Parni dengan mata berkaca-kaca.

“Kami sebenarnya orang Madura. Ayahnya (suami Parni) sudah meninggal. Sebelumnya kami tinggal di Lau Baleng. Di Kabanjahe ini sudah 1 tahun. Saya dan anak saya mencari barang bekas setiap harinya. Hanya saja kami tidak satu jalur. Sebenarnya sedih melihat kondisi anak yang cacat tapi membiarkannya bekerja, tapi apa boleh buat mereka tidak mau diam di rumah ingin ikut membantu,” ujar Parni.

Parni mengatakan, dengan mencari barang bekas, dalam seminggu mereka mendapatkan mendapat sekitar Rp70 ribu-Rp80 ribu. Kadang, mereka mendapatkan rejeki berlebih.

“Kalau saya biasanya kerja ke ladang orang. Tapi semenjak ada Covid-19, kerjaan kosong, makanya kami kerja cari barang bekas untuk kebutuhan hidup. Kalau kami sudah tidak lagi takut virus. Kami lebih takut tidak makan,” ujarnya.

Sementara, Muhammad Ali mengatakan bahwa dia senang melakukan pekerjaan ini. “Saya lebih senang bekerja daripada diam dirumah. Setiap pagi kami bersama teman-teman mengelilingi Kabanjahe, mulai dari Pajak Singa, Simpang Enam, Desa Rumah Kabanjahe, Terminal Kabanjahe, Jalan Irian. Saya didorong Kristian dan Irawan menggunakan kursi roda karena kaki saya panjangnya tidak sama akibat pinggang saya ada yang patah,” kisah Ali.

BACA: Di Tengah Pandemi Covid-19, Ada Anak Punk Asal Rusia Bebas Ngamen di Karo: Kami Tidak Takut!

Santy, ibu Kristian dan Diki Irawan, yang juga merasakan kesulitan yang sama mengatakan bahwa mereka juga harus bekerja mencari barang bekas untuk menyambung hidup. Dia juga mengatakan bahwa mereka tidak pernah mendapatkan bantuan pemerintah.

“Kami di sini tidak dapat bantuan pemerintah, mungkin karena kami sering berpindah-pindah. Mau mengadu tidak tau kemana, karena tidak punya keluarga di sini. Ladang kami tak punya, rumah masih ngontrak. Jadi kerja pagi, sore habis. Kalau tak kerja, tak makan. Kadang makan kadang tidak, itu sudah biasa,” ucapnya.

“Semoga dengan pemberitaan ini ada yang kashian sama kami untuk menyalurkan sedikit rejeki mereka. Bukan mengemis, tapi kami iri melihat yang lain dapat bantuan dari pemerintah, tapi kami tidak,” ujar Santy.

Share this: