Surat Penahanan Untuk Walikota Gunungsitoli Beredar, Begini Responnya

Share this:
BMG-ADI LAOLI
Walikota Gunungsitoli Ir Lakhomizaro Zebua menunjukan surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) yang dikeluarkan oleh Kejaksaan Negeri Gunungsitoli, sekaligus mematahkan isu terkait beredarnya fotocopy surat penahanan kepada dirinya pada 2006 lalu.

Saat itu massa mempertanyakan kasus yang sudah lama mengendap, yakni proyek pemantapan pertapakan kantor Bupati Nias tahun 2007 yang lalu.

Kemudian pada aksi di Kejaksaan Negeri Gunungsitoli, massa mempertanyakan kebenaran fotocopy berita acara pelaksanaan penahanan terhadap tersangka kasus korupsi Ir Lakhomizaro Zebua dalam kasus dana Perimbangan Sumber Daya Alam (PSDA). Dimana Ir Lakhomizaro Zebua saat itu sebagai pimpinan proyek P2JK2 tahun 2001 Kabupaten Nias.

Menurut demonstran, surat tersebut dikeluarkan pada tanggal 19 Juni 2006, ditandatangani jaksa penyidik Noverius Lombu SH.

Saat itu, Kepala Kejaksaan Negeri Gunungsitoli Futin Helena Laoli SH MH yang datang menemui pendemo di gerbang kantor Kejari Gunungsitoli mengatakan bahwa isu tersebut tidak benar karena belum pernah ditetapkan tersangka, apalagi ada berita acara penahanan.

“Penetapan tersangka tidak pernah ada dan belum pernah diregister. Berita acara penahanan itu tidak benar. Jika ada dokumen silahkan disampaikan kepada kami,” tegas Kajari saat itu.

Kembali ke Walikota Gunungsitoli, saat ditanya tentang kasus pertapakan kantor Bupati Nias bahwa proyek tersebut fiktif, karena pada tahun 2006 telah dikerjakan Badan Rehabilitasi Rekonstruksi (BRR NAD-NIAS) tahun 2007 lalu, dan Pemerintah Kabupaten Nias kembali menganggarkan pembiayaannya melalui APBD, Lakhomizaro menjelaskan bahwa sesuai persetujuan dan kesepakatan dengan BRR saat itu, pematangan lahan kantor Bupati Nias adalah kewajiban pemerintah daerah.

“Proyek itu memang sudah dikerjakan duluan oleh BRR, namun sesuai persetujuan dan kesepakatan, sehingga pemerintah daerah berkewajiban melaksanakan pembayaran. Dasar hukumnya, BRR sudah memberitahukan dan memberikan surat,” jelasnya.

Dikatakan, sewaktu BRR mengajukan pembayaran tahun 2006 sempat ditolak karena tidak tercatat di APBD Pemerintah Daerah tahun 2006, sehingga tahun berikutnya baru ditampung di APBD.

“Ini sudah selesai, sudah dibahas di DPRD dan disetujui. Tidak ada yang ditutupi,” katanya.

Menurut Lakhomizaro, resikonya saat itu, jika pemerintah daerah tidak mau membayar, maka BRR tidak akan membangun kantor Bupati Nias dan Kantor DPRD.

“Kalau ada yang mengatakan dua kali bayar, kan ada dasar pemerintah daerah, yakni surat dari BRR. Kalau dikatakan fiktif, ya tanya sama BRRnya dimana yang fiktif. Masalah ini saya sudah diperiksa sebanyak 7 kali, dan apa yang saya kerjakan, saya siap mempertanggungjawabkan,” tegasnya.

Share this: