Kepala Desa Ikut Menolong, Tak Menyangka Anaknya Ikut saat Kapal Tenggelam

Share this:
Kondisi KM Sinar Bangun sebelum berangkat dari Pelabuhan Simanindo menuju Tigaras.

Dia mengisahkan, beberapa hari sebelum kejadian, mereka masih pergi ke Pangururan. Di sana, mereka sekeluarga makan mi dan saat itu Jaya minta dibelikan baju baru oleh ibunya. “Saya pun beli,” ungkap ibunya, Ratna Sinaga.

Meski dalam keadaan tidak bernyawa, bagi keluarganya yang terpenting jasad anaknya bisa mereka lihat untuk yang terakhir kalinya.

Robert mengaku sangat terpukul dengan kejadian ini. Namun, ia membandingkan dirinya dengan keluarga korban lain yang hilang sekeluarga. Dia merasa duka tersebut bukan hanya dukanya.

“Holan i nama mambahen tenang iba otik. Ni pikkiran ma, boha muse ma na sakeluarga i. Ale pangidoan nian, tarida ma nian bakke na i (Itulah yang membuat aku sedikit tenang. Kalau dipikirkan, bagaimana lagi;ah yang hilang sekeluarga. Tapi, permintaanku, maunya jasadnya ditemukan),” harap Robet.

Robert juga mengaku melihat saat kapal tersebut berangkat dengan kondisi penumpang dan sepedamotor yang penuh. Dan, sepengetahuannya, hal-hal seperti ini tak pernah diawasi Dinas Perhubungan.

Bahkan, Pos Pam Lebaran yang disiagakan di Pelabuhan Simanindo tidak melakukan pelarangan kepada pemilik kapal. Petugas-petugas yang ada di Pos Pengamanan hanya melihat penumpang yang masuk ke KMP Sumut I saja. Dikatakan, petugas Dinas Perhubungan hadir hanya meminta retribusi.

Masih kata Robert, sepengetahuannya, usia KM Sinar Bangun sudah sekitar 20 tahun. Lambung kapal juga sudah pernah direhab, tetapi malah dibangun menjadi tiga tingkat. “Menurutku, ini kurang kontrol Dinas Perhubungan,” ucapnya.

Share this: