Ditemukan Cacing Pita 10,5 Meter, Diduga Akibat Konsumsi Makanan Khas Simalungun

Share this:
kompas.com
Cacing pita ditunjukkan tim Fakultas Kedokteran UISU Medan didampingi dr Umar Zein, Senin (26/3/2018).

Dia memperkirakan, mayoritas warga di 6 desa di Kecamatan Silau Kahean juga terkena penyakit cacing pita. Penyebab penyakit ini, menurut Umar, yaitu konsumsi daging babi yang tidak dimasak atau kurang sempurna masakannya.

“Di sini kan ada makanan khas Simalungun, yakni Hinasumba atau Holat yang bahan makanannya dari daging babi yang memang tidak dimasak,” terang Umar.

Atas temuan ini, pihak FK UISU melakukan kerja sama dengan tiga universitas asal Jepang dan empat universitas di Indonesia untuk melakukan penelitian.

Ketiga universitas dari Jepang tersebut, yaitu Department of Parasitology, Asahikawa Medical University; Laboratory of Veterinary Parasitology, Joint Faculty of Veterinary Medicine Yamaguchi University; dan Center of Human Evolution Modelling Research, Primata Research Institute, Kyoto University.

Sedangkan dari Indonesia, yakni Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Bali; Departemen Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang; Direktorat Pascasarjana Universitas Sari Mutiara Medan; dan Departemen Farmakologi FK Universitas Methodist Indonesia Medan.

“Tim telah selesai melakukan pemeriksaan molekuler terhadap empat sampel cacing pita asal Kabupaten Simalungun, termasuk draf artikel ilmiah,” kata Umar.
Selanjutnya, artikel tersebut dikirim ke WHO guna melanjutkan penelitian atas penemuan endemi taeniasis di Kabupaten Simalungun.

Sembari menunggu dukungan dari WHO, tim FK UISU akan kembali turun ke lokasi yang sama, di mana pertama kali ditemukan cacing pita di Kecamatan Silau Kahaean.

Share this: