Sempat Hilang di ‘Papa Minta Saham’, Eh Riza Chalid Muncul di NasDem

Share this:
BMG
Wajah M Riza Chalid terlihat menghadiri acara kuliah umum Akademi Bela Negara Partai Nasional Demokrat (NasDem) yang juga dihadiri oleh Presiden Joko Widodo.

Kemudian, impor minyak mentah jenis Zatapi itu memicu kontroversi dan sempat dipersoalkan oleh Komisi VII DPR RII dalam rapat kerja dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral kala itu, Pramono Yusgiantoro pada Februari 2008.

DPR dan pemerintah meributkan impor minyak 600 ribu barel jenis tersebut, dan mempertanyakan sejumlah kejanggalan di balik tender tersebut. Dalam dugaan impor 600 ribu barel minyak mentah Zatapi, Pertamina diperkirakan tekor Rp65 miliar hanya pada satu transaksi.

Namun, kasus ini dihentikan oleh Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri karena dianggap tidak merugikan negara. Saat itu, muncul julukan untuk Riza Chalid yaitu The Gasoline Godfather atau yang berarti rajanya raja minyak.

Selain berkiprah di dunia perminyakan, Riza Chalid juga disebut memiliki unit usaha lain, yakni pusat perbelanjaan di kawasan Jakarta Pusat, Sudirman Central Business District (SCBD) dan fasilitas hiburan bagi anak-anak, KidZania di pusat perbelanjaan tersebut.

Sayap bisnis Riza Chalid pun disebut pernah melebar ke transportasi udara. Ia memiliki saham di maskapai penerbangan AirAsia Indonesia, melalui PT Fersindo Nusaperkasa.

Kini, Riza Chalid telah terbebas dari kasus hukum. Ancaman pidana yang lahir dari kasus ‘papa minta saham’ pun tidak ada lagi. Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengatakan penyelidikan terkait kasus tersebut telah selesai.

Menurutnya, pihaknya tidak bisa melanjutkan penyelidikan kasus tersebut lantaran terkendala ketiadaan barang bukti. Prasetyo berkata, rekaman suara pertemuan antara Setya, Riza Chalid, dan Maroef yang sebelumnya diyakini bisa menjadi barang bukti, kini sudah tak bisa digunakan lagi setelah Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatan terhadap Pasal 5 Ayat 1 dan Ayat 2 serta Pasal 44 huruf b Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

“Jadi bukti-bukti yang tadinya kami anggap bisa melengkapi, ternyata oleh Mahakamah Konstitusi dinyatakan tidak sah sebagai barang bukti,” kata Prasetyo di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan pada Kamis (19/7).

Share this: