Ketegangan Inggris-Rusia, Mantan Mata-mata Diracun, Inggris Tuduh Rusia sebagai Pelakunya

Share this:
Perdana Menteri Inggris Theresa May

INGGRIS, BENTENGTIMES.com – Inggris menyatakan Rusia berada di balik kasus Sergei Skripal, mantan mata-mata yang diduga terkena racun.

Pernyataan tersebut dilontarkan Perdana Menteri Theresa May di hadapan Parlemen Inggris, seperti dilaporkan Sky News, Selasa (13/3/2018).

Dalam temuan yang dipaparkan Laboratorium Teknologi dan Ilmu Pertahanan Porton Down, racun yang ditemukan di tubuh Skripal dan putrinya, Yulia, berjenis Novichok. Novichok adalah racun saraf yang dikembangkan Uni Soviet pada dekade 1970-an silam. Racun ini diklaim lima kali lebih mematikan dibanding VX.

Dalam pidatonya, May mengatakan kalau Rusia selama ini memiliki rekam jejak sebagai negara yang mengorkestrasi pembunuhan. May menjelaskan, dari laporan intelijen, Rusia membidik Skripal sebagai target pembunuhan karena dianggap sebagai pengkhianat negara.

“Kami menyimpulkan, tinggi kemungkinannya Rusia bertanggung jawab atas serangan ke Sergei dan Yulia Skripal,” tegas May.

Dia membeberkan terdapat dua skenario mengapa Novichok sampai bisa ditemukan di tubuh Skripal dan anaknya. Skenario pertama, Moskwa sendiri yang memerintahkan untuk melenyapkan Skripal.

Kedua, ada orang dalam Kremlin yang memberikan racun kepada oknum tertentu. May melanjutkan, dia sudah meminta Menteri Luar Negeri Boris Johnson untuk memanggil Duta Besar Rusia untuk Inggris, Alexander Yakovenko.

Perdana menteri perempuan kedua setelah Margaret Thatcher itu mengultimatum Yakovenko untuk memberikan penjelasan kepada di Whitehall paling lambat Selasa.

“Inggris tidak akan menoleransi percobaan pembunuhan terhadap warga sipil di wilayah kami sendiri,” tegas May. Jika sampai batas Selasa tengah malam Rusia tidak memberi penjelasan, maka May bakal mengambil kebijakan untuk membalas serangan tersebut.

Tudingan May langsung mendapat reaksi keras dari Kremlin melalui Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Maria Zakharova.

“Inggris tengah menghelat acara sirkus di parlemennya sendiri dengan tudingan yang provokatif,” sindir Zakharova dilansir The Guardian.

Ini bukan kali pertama hubungan Inggris dan Rusia mengalami ketegangan karena pembunuhan terhadap agen rahasia. Pada 2007, mantan Perdana Menteri Gordon Brwon pernah mengusir diplomat Rusia sebagai bentuk protes setelah mereka tidak mengabulkan permintaan Inggris untuk mengekstradisi Andrei Lugovoi dan Dmitry Kovtun.

Dugaan Pembunuhan Mantan Agen Rusia, Polisi Inggris Periksa 240 Saksi Kovtun dan Lugovoi adalah dua mata-mata Rusia yang didakwa bersalah melakukan pembunuhan terhadap mantan agen ganda bernama Alexander Litvinenko.

Litvinenko tewas setelah teh yang diminumnya mengandung racun polonium. Rusia membalas dengan mengusir empat diplomat Inggris.

Pernyataan May langsung memantik pro dan kontra. Pemimpin oposisi Jeremy Corbyn menyatakan, Inggris tidak bisa serta-merta memutus kontak dengan Rusia.

“Inggris harus tetap berkomunikasi secara intens dengan Rusia. Jangan malah membiarkan eskalasi ketegangan, dan bisa membahayakan di masa depan,” tutur Corbyn.

Adapun dukungan terhadap Inggris disuarakan oleh Amerika Serikat (AS) dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (Nato).

“Siapapun yang melakukan kejahatan tersebut harus menghadapi konsekuensi yang sangat serius,” kata Menlu AS, Rex Tillerson.

“Inggris merupakan sekutu utama kami. Nato terus melakukan kontak dengan otoritas Inggris,” ucap Sekjen Nato Jens Stoltenberg.

Sebelumnya, Skripal dan anaknya ditemukan dalam keadaan tidak sadar di sebuah bangku di Salisbury pekan lalu (4/3/2018).

Skripal dicap pengkhianat karena selain dia membelot ke MI6, dinas rahasia Inggris, dia juga membeberkan nama-nama agen Rusia yang menyusup ke AS.

Pada 2010, Rusia dan AS meneken kesepakatan pertukaran tawanan agen rahasia, di mana AS memberi 10 orang mata-mata yang mereka tangkap.

Share this: