Djarot: Saya Terpikat pada Kecantikannya, lalu Saya Ajak Berkenalan

Share this:
ARIS-BENTENGTIMES.com
Djarot Saiful Hidayat dan istri, Happy Farida menikmati durian dalam kunjungannya ke Nias Selatan, Senin (9/4/2018).

MEDAN, BENTENGTIMES.com – Ada banyak hal yang belum diketahui publik Sumatera Utara tentang Djarot Saiful Hidayat. Mungkin, dia pernah menjabat Walikota Blitar 2 periode, menjabat Wakil Gubernur dan Gubernur DKI Jakarta, adalah informasi yang paling diketahui oleh warga Sumut.

Namun, ada 3 hal yang selama ini belum terungkap, yang ada pada Djarot, yang dipaparkannya saat berbicara di acara deklarasi Komunitas Alumni SMAN 1 Medan atau SMANSA pendukung DJOSS, Kamis (3/5/2018).

Diketahui bahwa calon Gubernur Sumatera Utara nomor urut 2 ini mengakhiri masa lajangnya saat bekerja sebagai dosen di Universitas 17 Agustus 1945 di Surabaya.

Istrinya saat ini, Happy Farida, ternyata adalah bekas mahasiswanya. Ayah tiga orang putri ini mengatakan, pada usia 27 tahun dia sudah menjabat dekan di kampusnya. Dua tahun setelahnya, dia dipercaya menjabat wakil rektor I.

(BACA: Happy Farida Tak Pernah Menduga Menikah dengan Dekannya)

Kepercayaan mahasiswa pada dirinya ketika itu benar-benar dijaga dengan baik. Dia tidak pernah berpacaran dengan anak didiknya.

Namun, hatinya akhirnya tertaut ketika dia melihat Happy Farida, yang pernah kuliah di kampus Djarot. Perkenalan mereka diawali saat dia tengah mengurus sesuatu di bank tempat Happy bekerja.

“Saya terpikat pada kecantikannya, lalu saya ajak berkenalan. Dia mengaku kenal pada saya saat di kampus, tapi saya tidak kenal dia,” tutur Djarot.

Singkat kata, mereka pun berpacaran, kemudian menikah dan dikaruniai tiga orang putri.

Fakta selanjutnya tentang Djarot, adalah label perpustakaan berjalan yang dilekatkan padanya. Sebagai dosen, Djarot selalu mempersiapkan materi yang akan disampaikannya ke mahasiswa sebaik mungkin. Membaca buku sebanyak mungkin selalu dilakukannya.

“Kalau mahasiswa membaca lima buah buku, saya membaca sepuluh. Kalau mereka membaca sepuluh buku, saya dua puluh,” ujar Djarot.

Dari gaji yang diperolehnya setiap bulan, Djarot mengaku menyisihkan sebesar 20 persen untuk membeli buku. Itulah kenapa dia disebut sebagai perpustakaan berjalan.

Fakta berikutnya, kemampuan Djarot membaca cepat. Baginya, tak ada kesulitan melahap buku sebanyak mungkin karena dia memiliki ketrampilan membaca dengan cepat.

Share this: