Mengembalikan Gerakan Oikumene Lewat Sidang Raya PGI ke-XVII Digelar di NTT
- BENTENGTIMES.com - Senin, 11 Nov 2019 - 20:54 WIB
- dibaca 100 kali

PULAU SUMBA, BENTENGTIMES.com– Sidang Raya Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) ke-XVII digelar di Waingapu, Kabupaten Sumba Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), pada 8-13 November 2019. Sidang raya tersebut diharapkan dapat mengembalikan gerakan oikumene yang ada.
“Namun jujur harus diakui, pada masa rezim PGI saat ini, hubungan dengan organisasi kemahasiswaan dan kepemudaan yang Oikumenis mengalami kemerosotan. Ini yang pertama dalam sejarah gerakan oikumene di Indonesia,” ujar Pdt Saut Sirait, dalam keterangan tertulis, Senin 11 Oktober 2019.
Saut mengatakan, PGI bukan tuan dari Sinode-Sinode dan PGI bukan perumus dogma Sinode itu sendiri. Akan tetapi, pimpinan Sinode yang harus kuat dan memiliki akses ke penguasa. Termasuk yang memiliki masalah kejiwaan oikumene perlu diinventarisir.
Dikatakan, manakala kaum terpelajar pribumi, khususnya lulusan Hoogere Theologische School (HTS) 9 Agsustus 1934, menjadi pelayan di gereja, semangat oikumene telah tertanam di sanubari mereka. Ia mencontohkan, Prof Muller Kruger, menjadi tonggak tersendiri dalam pengembangan theologia in loco, saat menjadi rektor kedua. Sebelumnya, 28 Desember 1932, Christelijke Studentenvereniging (CSV) of Java telah berdiri di Kaliurang, pada 9 Februari 1950 menjadi GMKI, dimotori Bapak Leimena. HTS kemudian berubah menjadi STT pada 27 September 1954.
Sejak itu, mahasiswa HTS memeroleh ruang ber-theologia in loco dalam rumah Oikumene, manakala mereka menjadi aktivis CSV of Java.
Ketika mereka lulus, lanjut Saut, perjumpaan lintas suku, denominasi gereja dan ragam disiplin ilmu dari mahasiswa-mahsiswa jon theologi, membentuk jiwa, dan semangat oikumenis yang membara.
Spirit Oikumene itu mereka wujudkan dengan mendirikan Dewan Permusyawaratan Gereja-gereja (Mei 1946), berpusat di Yogya, Majelis Usaha Bersama Gereja-gereja di Indonesia Bagian Timur, 9 Maret 1946, berpusat di Makassar, dan Majelis Gereja-Gereja bagian Sumatera.
Baca: Geger! Pernikahan di HKBP Batal saat Suami Mempelai Wanita Datang, Cincin Dipaksa Dilepas
Kaum terpelajar pelayan (pendeta) gereja-gereja yang dibekali theologia in loco yang mumpuni dan perjumpaan dengan seluruh suku, disiplin ilmu dan denominasi Gereja di GMKI, semakin menguatkan kontak dan jaringan satu sama lain. Apalagi getar Ut Omnes Unum Sint, Yoh 17:21, (supaya semua menjadi satu), yang menjadi jiwa dan salam nasional GMKI, mendorong dan mempermudah mereka untuk mendirikan rumah oikumene yang lebih luas, tidak hanya pada diri mahasiswa dan senior-senior di GMKI, tetapi harus seluruh umat gereja. Dengan mengambil tempat di STT Jakarta, 23-28 Mei 1950, dilaksanakan konferensi pembentukan dewan gereja-gereja di Indonesia.
Spirit menjadi satu itulah yang menjadi keharusan untuk terus menerus digemakan DGI (d/h PGI) melalui keputusan, program, langgam, sikap dan elit para eksekutif PGI.
“Namun jujur harus diakui, pada masa rezim PGI saat ini, hubungan dengan organisasi kemahasiswaan dan kepemudaan yang Oikumenis mengalami kemerosotan. Ini yang pertama dalam sejarah gerakan oikumene di Indonesia,” terang Saut, salah seorang peninjau di Sidang Raya PGI itu.