Mengembalikan Gerakan Oikumene Lewat Sidang Raya PGI ke-XVII Digelar di NTT

Share this:
BMG
Pdt Saut Sirait.

Kendati demikian, Saut berharap, eksekutif (pengurus) PGI berikutnya harus memastikan dan menjamin akses yang kuat bagi pimpinan sinode-sinode. Bahkan harus dipetakan dengan baik.

“Misalnya, pimpinan sinode-sinode di Papua perlu prioritas akses terhadap Panglima atau Menkeu dan Menlu. PGI harus bisa membuka akses bagi mereka secara langsung dan berkelanjutan. Demikian juga dengan pimpinan sinode-sinode di Sulawesi, Sumatera, Kalimantan dan Jawa sekalipun. Bukan PGI yang menggenggam akses-akses pada penguasa, tetapi pimpinan-pimpinan sinodelah yang harus dibukakan,” ujar dia.

Kasus pernyataan sikap ‘iman’ eksekutif, khususnya yang fulltimer di PGI menyangkut, harus menempuh mekanisme dan prosedur yang menghargai dan menempatkan pimpinan sinode-sinode sebagai pemilik PGI, bukan eksekutif.

Tanpa memasalahkan substansinya, lanjut Saut, mekanisme dan prosedur mengenai LGBT, sangat jelas telah menempatkan eksekutif PGI di atas pimpinan sinode-sinode, yang memiliki dogma masing.

Kerusakannya adalah pada mekanisme dan prosedur. PGI tidak memiliki hak untuk merumuskan semacam ‘dogma’ bagi gereja-gereja. Ini merupakan perusakan substansi PGI, fundamental oikumene yang telah bergeser.

BacaDanau Toba akan Jadi Pusat Wisata di ASEAN, Masyarakat dan Gereja Harus Terlibat

Bagi gereja-gereja, dogma terhadap LGBT, mungkin tidak sesuai dengan selera dan iman eksekutif PGI. Namun sama sekali PGI tidak memiliki kewenangan untuk mengeluarkan sikap baru atau ‘dogma’ PGI tersendiri atas hal itu. Hal ini sangat penting untuk dingatkan agar ke depan PGI tidak menjadi tuan dogma gereja-gereja. Dalam kasus ini teramat jelas, Eksektutif (PGI) berhadap-hadapan bagai head-head terhadap pimpinan sinode-sinode gereja, yang sesungguhnya “pemilik” PGI itu sendiri.

“Para pimpinan Sinode sekarang pasti bisa mengingat dan mengenang, meski mungkin sayup-sayup dalam zaman Soeharto, sikap Eksekutif PGI yang sedemikian kuat bersatu dengan pimpinan sinode-sinode menghadapi tekanan berat mengenai asas tunggal yang melampaui kewenangan pemerintah. Sangat kuat, cita rasa oikumene yang merambah ke seluruh umat dan berbuah. Atau mungkin Bapak Soeharto harus kita sebut dan hidupkan sejenak di ruang sidang SR PGI, di Gereja Payeti? Maaf, Bapak Soeharto sudah meninggal, sekadar melawan lupa,” pungkas Saut mengakhiri.

Share this: