Fakta Baru Sidang Lanjutan Kasus OTT KPK Terhadap Jaringan Topan Ginting Cs: Sekali Klik Bayar Rp450 Juta

Share this:
TIM-BMG
(ka-ki) Tenaga ahli konsultan PT Barakosa, Alexander Meliala (pegang mic) bersama staf UPTD Gunungtua, Bobby Dwi Kusoktavianto (tengah) dan Ryan Muhammad (baju biru muda) saat memberikan keterangan saksi di Pengadilan Tipikor Medan, Rabu (8/10/2025). Turut hadir terdakwa Akhirun Piliang alias Kirun (baju putih kepala plontos), selaku pemilik PT Dalihan Natolu Group (DNG).

MEDAN, BENTENGTIMES.com– Sidang lanjutan kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap jaringan Topan Ginting Cs kembali digelar di Pengadilan Tipikor Medan, Rabu (8/10/2025). Dalam persidangan yang menghadirkan tiga saksi, yakni Ryan Muhammad dan Bobby Dwi Kusoktavianto (staf UPTD Gunungtua), serta Alexander Meliala (tenaga ahli konsultan PT Barakosa), terungkap fakta mencengangkan. Untuk mengklik e-Katalog proyek senilai Rp96 miliar, terdakwa Akhirun Piliang alias Kirun disebut harus membayar Rp450 juta.

Dalam keterangannya di hadapan majelis hakim yang diketuai Khamozaro Waruwu, saksi Ryan Muhammad mengungkap bahwa uang sebesar Rp450 juta itu dibayarkan kepada Rasuli, Kepala UPTD sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek Jalan Hutaimbaru–Sipiongot. Uang tersebut disebut sebagai fee 0,5 persen dari nilai pagu proyek agar perusahaan milik Kirun, PT Dalihan Natolu Group (DNG), dapat memenangkan tender melalui sistem e-Katalog.

“Biasanya memang untuk klik e-Katalog dikenakan biaya 0,5 persen dari nilai pagu anggaran. Saya tahu itu sejak saya bertugas, Yang Mulia,” kata Ryan, saat menjawab pertanyaan Hakim Anggota Yusfrihardi Girsang di ruang sidang utama, Pengadilan Tipikor Medan, Rabu (8/10/2025).

Ryan yang mengaku telah lama mengenal Rasuli menambahkan, sesuai tugasnya, saksi diminta membantu urusan administrasi dan teknis proyek, termasuk proses verifikasi dan unggahan dokumen dalam sistem e-Katalog. Berdasarkan Surat Keputusan Dinas, Ryan dan Boby, menjabat sebagai tim e-Katalog pada proyek tersebut.

Dalam kesaksiannya, Ryan memaparkan adanya beberapa pertemuan penting di Cafe Brother, tempat sejumlah pihak, termasuk Rasuli dan Topan Ginting. Di sana, mereka diduga membahas harga serta pengaturan calon pemenang tender.

“Setelah kegiatan off-road bersama Gubernur, Rasuli bilang kemungkinan pak Kirun pemenang dua proyek itu, atas perintah Topan,” ungkap Ryan.

Dia juga menceritakan, survei proyek yang diikutinya dilakukan secara mendadak tanpa surat tugas resmi. Bahkan, ia diminta mencari kendaraan untuk tim media Gubernur, dengan seluruh biaya bahan bakar dan akomodasi ditanggung Rasuli.

Ryan mengaku sempat mengirimkan nomor rekening kepada Reyhan Piliang, pada 4 Juni 2025, untuk meminjam uang terkait kegiatan tersebut, namun pinjaman itu tidak terealisasi.

“Namun tidak dikasih, Yang Mulia,” ungkap Ryan di hadapan majelis hakim.

Saksi kedua, Bobby Dwi Kus Oktavianto, yang sejak Mei 2025, memegang akun dan kata sandi e-Katalog, juga memberikan kesaksian senada. Dia mengaku membantu Rasuli menayangkan proyek di sistem e-Katalog pada 26 Juni 2025. Menurut Bobby, perintah klik datang dari Rasuli dan Ryan, atas instruksi Topan.

“Sudah diberitahu sebelumnya bahwa pemenang proyek adalah Kirun,” kata Bobby.

Dia juga mengaku menerima uang sebesar Rp500 ribu dari Topik Hidayat Lubis yang merupakan orang kepercayaan Kirun, sebagai uang ‘piring’ dari Kirun.

Sementara itu, saksi ketiga, Alexander Meliala, tenaga ahli dari PT Barakosa, mengaku pernah diminta terdakwa Kirun untuk menghitung ulang nilai proyek dari Rp108 miliar menjadi Rp96 miliar setelah beberapa item pekerjaan dikurangi.

“Pertemuan dilakukan di Brother Cafe. Kirun meminta pemendekan jaringan irigasi dan pengurangan beberapa item pekerjaan lain,” ujar Alexander.

Namun keterangan itu dibantah Ryan yang menegaskan perubahan tidak hanya pada jaringan irigasi, melainkan juga pada pengurangan timbunan pilihan dan galian.

Alexander kemudian mengaku bahwa pertemuan itu turut dihadiri Rasuli, Ryan, Jefri Bangun, dan beberapa staf lainnya. Dia merasa dijebak Rasuli karena diminta menyerahkan salinan dokumen perencanaan kepada calon pemenang proyek, bukan kepada PPK resmi sebagaimana mestinya.

BacaKonspirasi Birokrat dan Kontraktor di Sumut: BTT Digeser ke Proyek Infrastruktur Tidak Mendesak

Hakim Anggota Yusfrihardi Girsang menegur Alexander, karena keterangannya dinilai tidak logis dan berbelit-belit.

“Saudara hanya pegawai freelance, mengapa bukan direktur yang datang? Dan, ini pelanggaran, karena saudara berkomunikasi langsung dengan penyedia. Jangan berkilah, saudara sudah tahu aturannya. Hakim tahu anda bohong atau jujur, jadi percuma saja anda mengelak,” tegas Girsang.

Halaman Selanjutnya >>>

Share this: