Pemkab Simalungun Paling Buruk Dalam Standar Layanan Publik di Sumut

Share this:
BMG
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut Abyadi Siregar.

MEDAN, BENTENGTIMES.com– Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Utara kembali merilis hasil survei mereka terkait kepatuhan pemerintah daerah dalam memenuhi standar pelayanan publik. Hasilnya, enam daerah dinyatakan masih berada dalam predikat zona merah, yang berarti pelayanan publik di sana masih sangat buruk.

Keenam daerah dengan predikat zona merah tersebut atau belum patuh terhadap standar pelayanan publik sesuai UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik itu adalah, Pemkab Simalungun dengan nilai paling rendah yakni 9,25. Disusul Pemkab Nias Selatan (Nisel), dengan nilai 16,82, Pemko Padangsidimpuan (Psp) dengan nilai 31,81, Pemkab Labuhanbatu dengan nilai 35,39, Pemkab Asahan dengan nilai 42,83 dan terakhir adalah Pemkab Karo dengan nilai 47,20.

Sedang enam pemkab/pemko lainnya, sedikit lebih baik karena meraih predikat zona kuning atau tingkat kepatuhan sedang. Keenam yang meraih predikat zona kuning tersebut adalah Pemkab Tapanuli Utara (Taput) dengan nilai 61,00, Pemkab Toba Samosir (Tobasa) dengan nilai 63,88, Pemko Tanjungbalai dengan nilai 68,52, Pemko Binjai (70,53), Pemko Tebingtinggi (79,77), dan Pemko Pematangsiantar (76,42).

Dari survei kepatuhan terhadap standar pelayanan publik yang dilakukan Ombudsman RI di 13 Pemkab/Pemko di Sumut tersebut, hanya satu yang meraih predikat zona hijau atau tingkat kepatuhan tinggi atau baik, yakni Pemkab Pakpak Bharat dengan nilai 86,21.

BacaAlumni IPB Siap Bantu SPP Arnita Turnip yang Nunggak Hingga Rp55 Juta

Survei kepatuhan terhadap standar pelayanan publik ini, dilakukan sejak Mei 2019 di 13 pemkab/pemko di Sumut. Survei ini dilakukan untuk melihat tingkat kepatuhan pemerintah daerah terhadap standar pelayanan publik sesuai UU No 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

“Cara melihat kepatuhannya adalah dengan turun langsung di unit-unit layanan publik yang ada di setiap Kantor Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Yang kita lihat adalah, pemampangan (tangible) atributisasi standar pelayanan publik di ruang ruang layanan. Jadi, ini yang kita lihat,” terang Abyadi Siregar, Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Utara, dalam relis yang diterima BENTENG TIMES, Jumat (7/12/2019).

BacaAbdul Wahab Dalimunthe Anggota DPR RI Tertua: Mantan Bupati Taput, Pernah Dipecat Golkar

Sebab, masih kata Abyadi, menurut UU Nomor 25 Tahun 2009, setiap penyelenggara pelayanan publik, wajib menyusun, menetapkan dan mempublikasi (memampangkan/tangible) atributisasi standar pelayanan publiknya. Dan di sisi lain, pemampangan standar pelayanan publik oleh penyelenggara pelayanan publik itu adalah hak masyarakat sebagai pengguna layanan.

“Jadi, instansi pemerintah sebagai penyelenggara pelayanan publik wajib menyusun, menetapkan, dan mempublikasi (memampangkan/tangible) atributisasi standar layanan publik. Sebab, hal itu adalah hak masyarakat sebagai pengguna layanan,” jelas Abyadi Siregar.

Share this: