Kisah Kesultanan Deli: Dibantu 8 Menteri untuk Konsultasi Perang, Mengatur Pemerintahan, Mengadili Perkara Pidana (bagian-2)

Share this:
Masjid Raya Al-Mashun, masjid peninggalan Kesultanan Deli.

MEDAN, BENTENGTIMES.com – Sistem pemerintahan Kesultanan Deli bersifat federasi yang longgar sesuai dengan pepatah yang terdapat di Deli “Raja Datang, Orang Besar Menanti”.

Tuanku Panglima Gocah Pahlawan sebagai Raja Pertama di Tanah Deli yang ditunjuk oleh Sultan Aceh sebagai wakilnya di Sumatera Timur atau Tanah Deli.

Masa pemerintahan Panglima Parunggit (Raja Deli II), Deli memproklamirkan kemerdekaannya dari Kesultanan Aceh pada tahun 1669 mengikuti jejak-jejak negeri pesisir, dan berhubungan dagang VOC di Melaka.

Pada masa pemerintahan Panglima Paderap (Raja Deli III) terjadi perluasan wilayah di pesisir pantai hingga Serdang dan Denai.

Menurut laporan Jhon Anderson yang berkunjung ke Deli pada tahun 1823, bahwa Sultan Amaluddin Mangendar (Sultan Deli VI) adalah penguasa Deli pertama yang bergelar “Sultan” setelah Deli ditaklukan Kesultanan Siak pada tahun 1814.

Masih menurut laporan Jhon Anderson pula, Sultan Deli dalam memerintah dibantu oleh 8 orang menteri, dimana Sultan berkonsultasi soal perang, mengatur pemerintahan sehari-hari, mengadili perkara pidana, dan lain-lain.

8 Menteri tersebut adalah Nahkoda Ngah bergelar Timbal-Timbalu, Wak-Wak, Salim, Tok Manis, Dolah, Wakil, Penghulu Kampong dan Syah Bandar (Hamad) yang mengurus hubungan perdagangan.

Khusus Syah Bandar, dia biasanya dibantu seorang mata-mata (seorang wanita yang pandai bernama Encek Laut) yang bertugas memungut cukai.

Kemudian ada lagi para pamong praja, penghulu, para panglima, dan mata-mata yang melaksanakan tugas bila dikehendaki Sultan, serta kurir istana yang mengantar surat ke berbagai kerajaan.

Jika Sultan mangkat, apabila penggantinya masih belia, maka Tuan Haji Cut atau Kadi (ulama tertinggi) bertindak dan melaksanakan semua fungsi pemerintahan kerajaan.

Di bidang agama Islam, Tuan Haji Cut juga bertindak sebagai mufti kerajaan, kemudian di bawahnya ada bilal, imam, khalif, dan penghulu masjid. Merekalah yang menangani masalah yang berhubungan dengan keagamaan. Kehidupan mereka diperoleh dari sumbangan masyarakat.

Struktur Pemerintahan

Kekuasaan tertinggi Kesultanan Deli berada di tangan Sultan. Permaisuri Sultan bergelar Tengku Maha Suri Raja, atau Tengku Permaisuri, sedangkan putera mahkota bergelar Tengku Mahkota.

Putera dan puteri yang lain hanya bergelar tengku. Keturunan yang lain berdasarkan garis patrilineal hingga generasi ke lima juga bergelar tengku.

Dalam kehidupan sehari-hari, sultan tidak hanya berfungsi sebagai kepala pemerintahan, tapi juga sebagai kepala urusan agama Islam dan sekaligus sebagai kepala adat Melayu. Untuk menjalankan tugasnya, raja/sultan dibantu oleh bendahara, syahbandar (perdagangan) dan para pembantunya yang lain.

Dan, sejak berdiri hingga kini, inilah daftar raja yang pernah memerintah di Deli :
Sri Paduka Gocah Pahlawan (1632-1653)
Tuanku Panglima Perunggit (1653-1698)
Tuanku Panglima Paderap (1698-1728)
Sultan Panglima Gendar Wahid (1728-1761)
Tuanku Panglima Amaludin (1761-1824)
Sultan Osman Perkasa Alam (1824-1857)
Sultan Amaludin Mahmud Perkasa Alam Syah (1857-1873)
Sultan Mahmud al-Rasyid Perkasa Alam Syah (1873-1924)
Sultan Amaludin II Perkasa Alam Syah (1925-1945)
Sultan Osman II Perkasa Alam Syah (1945-1967)
Sultan Azmi Perkasa Alam Syah (1967-1998)
Sultan Osman III Mahmud Ma‘mun Paderap Perkasa Alam Syah (1998-2005)
Sultan Mahmud Arfa Lamanjiji Perkasa Alam Syah (2005)

Share this: