Konspirasi Birokrat dan Kontraktor di Sumut: BTT Digeser ke Proyek Infrastruktur Tidak Mendesak

Share this:
CHANDRO PURBA-BMG
Kolase foto: Gubernur Bobby Nasution. (ka-ki) Pengamat Anggaran, Elfenda Ananda, akedimisi, Farid Wajdi, hadir sebagai pembicara pada FGD Suluh Muda Inspirasi, bertempat di Sekretariat SMI, Medan, Senin (6/10/2025).

FGD menghasilkan sejumlah temuan dan kesimpulan kunci sebagai berikut:

1. Pergeseran anggaran APBD Sumut 2025 tidak seluruhnya didasarkan pada prinsip kebutuhan publik atau keadaan darurat yang sah.

2. Kewenangan Gubernur dan TAPD digunakan secara tidak proporsional dalam menentukan prioritas anggaran tanpa persetujuan DPRD.

3. Proses hukum terhadap Kadis PU Topan Ginting membuka tabir jaringan korupsi birokratik yang lebih luas, melibatkan pengambil kebijakan tingkat tinggi, termasuk terlibatnya Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Satker PJN Wilayah I Sumut.

4. Majelis Hakim memiliki ruang luas untuk menggali substansi korupsi, tidak hanya pada bukti administrasi, tetapi juga pada motif dan relasi kekuasaan di balik kebijakan anggaran.

Dalam praktiknya, pergeseran APBD Sumut 2025 justru menunjukkan indikasi penyalahgunaan celah regulatif.

Berdasarkan data dari APBD Sumut dan dokumen keuangan, dalam kurun waktu kurang dari enam bulan, terjadi enam kali revisi alokasi anggaran. Sebagian besar diambil dari pos Belanja Tidak Terduga (BTT) yang idealnya digunakan untuk penanganan bencana atau keadaan darurat.

Pergeseran ini tidak diikuti oleh dokumentasi usulan dari kabupaten/kota, seperti kasus jalan Hutaimbaru–Sipiogot di Kabupaten Padang Lawas Utara (Paluta), yang ternyata tidak pernah diajukan secara resmi oleh pemerintah kabupaten.

Fakta ini terungkap dalam persidangan Tipikor Medan, yang memperlihatkan bahwa alokasi proyek justru disisipkan dalam nomenklatur anggaran untuk perbaikan jembatan di Kabupaten Nias Barat, seolah seperti bentuk manipulasi perencanaan lintas wilayah yang melanggar prinsip transparansi dan efektivitas anggaran.

Dalam FGD, peserta menekankan bahwa pergeseran anggaran tidak boleh dilihat semata sebagai prosedur administratif, melainkan sebagai representasi etika dan akuntabilitas politik dalam pengelolaan keuangan publik.

FGD ini menunjukkan bahwa persoalan korupsi anggaran tidak berdiri sendiri, melainkan berakar pada sistem tata kelola yang memberi ruang manipulasi regulatif dan penyalahgunaan kewenangan.

Kasus OTT terhadap Kadis PU Topan Ginting hanyalah puncak gunung es dari praktik patronase politik dan distorsi kebijakan publik.

BacaPerkara OTT Pungli, Walikota Siantar dan Wakil Walikota Diperiksa Polda Sumut

Direktur SMI, Kristian Redison Simarmata menegaskan, Suluh Muda Inspirasi (SMI) bersama Seknas FITRA dan Akademisi Hukum berkomitmen melanjutkan advokasi menuju tata kelola keuangan daerah yang transparan, adil, dan berpihak pada kepentingan masyarakat Sumatera Utara.

Halaman Sebelumnya <<<

Share this: