Benteng Times

Anda Perlu Tahu Biar Jangan Asal Pilih

Kandidat pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Utara periode 2018-2023

MEDAN, BENTENGTIMES.com – Perhelatan pemilihan Gubernur Sumatera Utara (Pilgubsu) sudah di depan mata. Berbagai tahapan telah terlaksana dan para kandidat pun sudah mendaftar ke KPUD Sumut. Sampai pada pendaftaran yang terakhir, ada 3 pasangan calon yang mendaftar, yakni Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah sebagai pendaftar pertama yang diusung koalisi partai politik Golkar, Hanura, Gerindra, NasDem, PKS dan PAN

Pasangan Jopinus Ramli Saragih-Ance Selian mendaftar kemudian, yang diusung koalisi partai politik Demokrat dan PKB. Dan, yang terakhir adalah pasangan H Djarot Saiful Hidayat-Sihar Sitorus, yang mendaftar di masa injury time yang diusung koalisi partai politik PDI Perjuangan dan PPP.

Dan, sebagai pertanda kehadiran perdana kami ke hadapan pembaca, kami ingin menyajikan artikel yang representatif tentang ketiga pasangan calon tersebut. Tentu, dengan tujuan agar pembaca lebih mengenal para calon sebagai acuan untuk menentukan pilihan, karena pilihan Anda adalah salah satu langkah menjadikan Sumatera Utara yang bermartabat, Sumatera Utara yang memiliki semangat baru dan Sumatera Utara yang semua urusan bisa mudah dan transparan.

1. Edi Rahmayadi. Mantan jenderal TNI yang terakhir berpangkat Letjend ini bukan sosok baru bagi warga Sumatera Utara walau dia adalah seorang kelahiran Sabang, Aceh, 10 Maret 1961 silam. Tentara lulusan Akmil 1985 ini pernah menjabat Panglima Kodam I/Bukit Barisan pada tahun 2015.

Di saat bersamaan, dia juga terjun langsung dalam usaha membangkitkan PSMS, yang tengah terlunta-lunta, sama seperti klub lainnya, sebagai akibat dari perselisihan Menpora-PSSI. Dan, pada akhirnya PSMS mampu menjuarai Piala Kemerdekaan 2015. Perjuangan Edy untuk memajukan PSMS Medan terus berlanjut dan mengupayakan PSMS dapat mengikuti Piala Jenderal Sudirman meski awalnya mendapat penolakan.

Nama Edy pun semakin melambung saat dirinya turut ambil bagian dalam bursa pemilihan Ketua PSSI. Dan, dia menang.

Edy adalah sosok penting di TNI. Sebelum dia menduduki puncak jabatannya sebagai Panglima Kostrad, dia sudah menduduki sederet jabatan. Begitu lulus Akmil, dia mengemban jabatan komandan bataliyon di Jajaran Kopasus TNI Angkatan Darat. Dia juga pernah menjabat sebagai Dankipan B Yonif 323 Kostrad dan Komandan Batalyon Infanteri Lintas Udara 100 Bukit Barisan.

Sebelum kenaikan pangkat dan jabatan pada satuan elit ini, Edy juga bertugas di beberapa daerah di Papua. Setelah itu, ia ditarik kembali ke Kostrad dengan menjadi Panglima Divisi Infanteri Kostrad pada tahun 2014. Dari sanalah ia kemduian menjabat Pangdam I/Bukit Barisan pada tahun 2015 dan di tahun yang sama dia kembali ke kostrad sebagai Panglima Kostrad.

2. Musa Rajekshah. Sama seperti pasangannya yang ingin memajukan olahraga, dalam hal ini sepakbola, Musa Rajekshah juga dikenal sebagai pemuda yang aktif di olahraga, yakni dunia otomotif. Ijeck, sapaan akrabnya, adalah Ketua Pengurus Provinsi (Pengprov) Ikatan Motor Indonesia (IMI) Sumatera Utara (Sumut). Di bawah kepemimpinannya, dunia otomotif Sumatera Utara mampu bergeliat. Berbagai kegiatan yang dilaksanakan, bahkan dapat memberi kontribusi besar terhadap pembangunan. Apalagi, kontribusi Ijeck sama sekali tanpa pamrih karena berdasarkan kecintaannya terhadap olahraga otomotif.

Kontribusi Ijeck untuk perkembangan olahraga otomotif di Sumut sudah cukup banyak. Selain prestasi, peranan Ijeck dalam hal ketersediaan sarana dan prasarana juga sangat besar, seperti hadirnya sirkuit Sprint Rally Cemara Abadi atau sirkuit multi fungsi di Jalan Pancing. Meski sejauh ini keberadaan sirkuit khususnya di kawasan Jalan Pancing tersebut mendapat ‘gangguan’, namun Ijeck terus berupaya keras agar sarana olahraga bagi pecinta olahraga balap itu dapat terus ada.

Pria lulusan S-I Fisipol UISU dan S-2 Hukum Ekonomi USU ini juga pernah menggelar event bergengsi, yakni Sumatera Bike Week 2012 di Lapangan Benteng Medan. Bahkan, event sekelas World Rally Championship (WRC) yang diikuti pebalap internasional pun pernah ia selenggarakan.

Beberapa prestasi dan penghargaan di dunia otomotif pun diraihnya. Urutan II Nasional Speed of Road dan Atlet Nasional di 2005. Panggilan jiwa sebagai pereli dan insan otomotif menjadi motivasi tersendiri baginya ketika dipercaya sebagai Ketua Umum Pengprov IMI Sumut.

Pria kelahiran Medan, 1 April 1974 ini juga aktif di berbagai organisasi dan menjalankan berbagai bidang usahanya. Selain di Pengprov IMI Sumut, Ijeck juga menjabat Ketua Harley Davidson Club Indonesia (HDCI) Sumut, Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Medan, Pengurus Daerah Persatuan Menembak Indonesia (Pengda Perbakin) Sumut, Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI), Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Cabang Sumut dan sebagai Direktur Utama PT Anugerah Langkat Makmur.

3. Jopinus Ramli Saragih. Mungkin, bagi masyarakat Sumatera Utara, JR Saragih, sapaan akrabnya, adalah yang paling dikenal. Jelas, karena dia adalah Bupati Simalungun dua periode. Purnawirawan TNI AD ini juga kini menjabat Ketua DPD Demokrat Sumatera Utara.

Namun, untuk menduduki jabatan tersebut, tidak diraih dengan mudah. Banyak peristiwa getir yang dihadapi JR hingga akhirnya dia sukses seperti saat ini. Lahir di Medan, 10 November 1968 silam, JR Saragih sudah ditinggal mati ayahnya saat baru berusia 1 tahun. Dia pun tinggal dengan neneknya (alm) Tapi br Purba di Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun. Dan, sejak SD, JR sudah hidup mandiri. Dia bekerja serabutan untuk memenuhi biaya hidup dan sekolahnya.

Tamat SMP pada tahun 1984, JR Saragih memutuskan merantau ke Jakarta dan melanjutkan SMA di sana. Di Jakarta, dia masih kerja serabutan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dia bekerja sebagai buruh galian pasir milik Puskopad (Pusat Koperasi Angkatan Darat) yang menjadi titik awalnya berkarir di militer. Banyak petinggi TNI AD yang simpatik atas kegigihannya tetap bersekolah dengan menjalani berbagai pekerjaan kasar.

Di Puskopad, JR terpilih sebagai atlet menembak dan prestasi inilah yang memuluskan karirnya untuk terjun dan berkiprah di dunia militer. Tekad semakin bulat, disertai keyakinan, lulus dari SMA, JR Saragih memutuskan mencoba peruntungan dengan mengikuti tes Akademi Militer. Buah kerja kerasnya tidak sia-sia. Ia diterima sebagai taruna di kampus Akademi Militer (Akmil) di lembah Tidar, Magelang, Jawa Tengah yang dibiayai oleh negara.

JR Saragih menempuh pendidikan di Akmil Magelang dan menamatkan pendidikan militernya pada tahun1990-an. Ia juga memperoleh beasiswa di Akademi Beasiswa dari Akmil.

Dari pendidikan militer di kawasan Lembah Tidar (Kampus AMN), JR Saragih berhasil membawa pulang pangkat Letnan Dua TNI AD. Berikutnya, ia masuk pendidikan lanjutan ke kampus. Selepas pendidikan selesai, JR Saragih langsung bertugas di lingkungan Polisi Militer Angkatan Darat (POMAD). Ia ditugaskan sebagai Dansubdenpom/Purwakarta, Jawa Barat.

Karirnya kian cemerlang dengan dipercaya sebagai Dandenpom juga menjadi salah seorang personel elite Pasukan Pengaman Presiden (Paspampres). Pada tahun 2000, JR ditugaskan sebagai Komandan Sub Detasemen Polisi Militer (Dansubdenpom) di Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat (Jabar). Di sana, JR memulai usaha klinik kesehatan. Usaha ini pun terus berkembang dan akhirnya berdirilah Rumah Sakit Efarina (Etaham) di Purwakarta.

Ini adalah cikal bakal perkembangan bisnisnya. JR kemudian mengembangkan bisnisnya dengan membuka Akademi Keperawatan Efarina Etaham yang juga berada di Purwakarta, diikuti dengan membuka Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Kesehatan. Di Brastagi, Kabupaten Karo, dia juga mendirikan Rumah Sakit Efarina Etaham. Di tahun-tahun selanjutnya, JR juga membuka Universitas Evarina di kampung halamannya, Pamatang Raya dan di Kota Pematangsiantar.

Menjadi seorang pengusaha sukses, JR mengembangkan sayap di dunia politik, walau dengan konsekuensi harus melepaskan karir militernya dengan pangkat terakhir Letnan Kolonel.

Dia pun bertarung di Pilkada Simalungun tahun 2010 lalu dan akhirnya terpilih menjadi Bupati Simalungun periode 2010-2015. Di Pilkada Simalungun berikutnya, JR kembali bertarung dan kembali menang untuk menduduki jabatan Bupati Simalungun dua periode.

4. Ance Selian. Sosok yang satu ini memang agak berbeda. Dia tidak glamour, tidak heboh. Jelas, karena dia adalah seorang politisi santri. Sejak kecil, Ance menghabiskan masa sekolah di pesantren. Dia juga dibesarkan dan aktif bersama Nahdatul Ulama.

Mantan anggota DPRD Sumut periode 2009-2014 ini adalah putra kelahiran Gunung Tua, Kabupaten Padang Lawas Utara (Paluta), 1 Maret 1964 silam. Masa kecil anak pensiunan tentara ini banyak dihabiskan di kampung kelahirannya. Di sana, pendidikannya penuh terkonsentrasi dengan sentuhan agama. Di tingkat Sekolah Dasar hingga Aliyah, dia berada di pondok pesantren dan gelar sarjana dia peroleh dari Fakultas Dakwah IAIN Sumut.

Sama seperti JR Saragih, Ance juga memiliki kisah hidup yang getir sebelum ia sampai pada saat sukses seperti saat ini.

Saat hijrah ke Kota Medan tahun 1987, diterima menjadi mahasiswa di IAIN Sumut, dia hidup mandiri. Demi kuliah dan mempertahankan hidup, dia rela mengerjakan apa saja. Sempat ikut menjadi pengangkut sampah di Dinas Kebersihan Kota Medan, bahkan pernah menjadi supir serap taksi. Dia juga aktif sebagai aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Dia mengaku bangga menjadi kader PMII dan hingga kini tetap berkifrah sebagai aktivis di Ikatan Keluarga Alumni PMII (IKA-PMII).

Karena keseriusannya sebagai pengangkut sampah di sejumlah ruas jalan di Kota Medan, Ance Selian pun tercatat sebagai tenaga honorer hingga akhirnya diangkat menjadi PNS Pemko Medan. Namun akhirnya sekitar tahun 2012 dia tinggalkan karena memilih sebagai wiraswasta.

Dia tahu gaji PNS saat itu sangat lah kecil, sedangkan keluarga yang harus dia bantu sangat banyak. Jadi perlu biaya yang banyak juga. Maka, dia memutuskan meningggalkan PNS dan menjadi wiraswasta.

Walau telah menjadi pengusaha dan politisi, dia masih tetap peduli urusan Santri. Maka dia pun pernah dinobatkan menjadi tokoh peduli Santri di Sumut dan tokoh peduli kitab Kuning. Kesehariannya, dia tetap dekat dengan pesantren dan ulama.

Sebagai orang pergerakan, dia menjadi aset berharga bagi Nadhatul Ulama (NU) Sumut, yang dalam berbagai kegiatan dia selalu ikut aktif. Bahkan ketika NU membentuk PKB, Ance Selian pun diamanahkan ummat untuk ikut mengurusi rumah besar kaum Nahdliyin itu.

Ance Selian terpilih pertama kali pada Muswil IV menjadi Ketua DPW PKB Sumut untuk priode kepengurusan 2012-2016. Kemudian pengangkatan kembali untuk priode 2016-2021. Periode ini tidak berdasarkan hasil Muswil, tapi berdasarkan pengangkatan dan penetapan DPP PKB, atas penilaian dan keseriusan kinerja periode berjalan.

Di bawah kepemimpinan Ance Selian, PKB Sumut berkembang pesat menjadi salah satu partai yang mulai diperhitungkan. Dia berhasil menempatkan kader-kadernya di DPRD kabupaten/kota, DPR RI dan kini mendudukkan tiga kadernya di DPRD Sumut.

5. Djarot Saiful Hidayat. Siapa yang tak kenal sosok yang satu ini. Bersama Ahok, dia jadi tokoh fenomenal di negeri ini. Namun, ke-fenomenal-an Djarot bukan ia dapatkan saat bermitra dengan Ahok menjadi Gubernur-Wakil Gubernur DKI. Sejak menamatkan kuliah, nama Djarot terus melambung dengan segudang prestasi.

Pria kelahiran Magelang, 6 Juli 1962 ini sukses dalam hal pendidikan. Dia sukses menamatkan pendidikan sarjananya di Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya (UB) dan melanjutkan masternya di Fakultas Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Djarot memulai kariernya sebagai dosen. Dia adalah dosen di Universitas 17 Agustus (Untag) 1945 Surabaya, Jawa Timur. Karier akademiknya mulai meroket dari dosen, dekan, hingga Pembantu Rektor Untag 1945.

Pada awal Reformasi, tahun 1998, Djarot mencoba karier barunya di dunia politik. Pada tahun 1999, dia bergabug dengan PDIP untuk maju sebagai calon anggota legislatif dan terpilih sebagai anggota DPRD Jawa Timur periode 1999-2004.

Baru setahun menjadi anggota legislatif, dia bertarung menjadi Walikota Blitar pada tahun 2000. Dalam pilkada tersebut, Djarot terpilih sebagai Walikota periode 2000-2005. Pada Pilkada berikutnnya, Djarot sukses kembali menjadi Walikota Blitar untuk kedua kalinya.

Kemenangan Djarot hingga dua periode memiliki alasan yang kuat. Sebagai seorang pimpinan di Kota Blitar, Djarot sangat membatasi adanya kehidupan metropolitan yang serba mewah di kotanya, seperti berdirinya pusat perbelanjaan/mall modern dan gedung-gedung pencakar langit. Ia lebih suka menata pedagang kaki lima yang mendominasi roda perekonomian di kotanya.

Dengan konsep matang yang telah ia rencanakan, Djarot berhasil menata ribuan pedagang kaki lima yang dulunya kumuh di kompleks alun-alun kota menjadi tertata rapi. Rencana yang ia terapkan ternyata berhasil mendongkrak perekonomian di Blitar, tanpa adanya mall dan supermarket layaknya di kota-kota besar.

Djarot dikenal warganya sebagai walikota yang merakyat, sederhana dan gemar blusukan untuk melihat kondisi langsung di lapangan. Bahkan, ia lebih memilih menggunakan sepeda untuk melihat kondisi langsung rakyatnya. Kota Blitar di bawah kepemimpinannya mendapat gelar adipura 3 kali berturut-turut, yakni pada tahun 2006, 2007 dan 2008.

Prestasi Djarot yang sering dibincangkan adalah pembangunan Rumah Sakit Mardi Waluyo yang bertaraf nasional. Jika melihat dari prestasi dan gaya dari kepemimpinannya, tak heran jika Djarot mampu memimpin kota Blitar hingga dua periode.

Bahkan, Djarot mendapatkan suara sebesar 70 persen pada Pilkada Kota Blitar. Itulah mengapa Djarot menjadi 10 Kepala Daerah terbaik tahun 2008 versi Majalah Tempo.

Atas kontribusi positif yang telah ia buat sebagai seorang walikota, ia mendapat penghargaan Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah pada tahun 2008. Djarot juga mendapatkan Penghargaan Terbaik Citizen’s Charter Bidang Kesehatan.

Jelas saja. Selama sepuluh tahun, pendapatan asli daerah kota seluas 32,58 kilometer persegi itu mengalami peningkatan. Sebelum tahun 2000, PAD Kota Blitar sekitar Rp2,5 miliar. Sedangkan sembilan tahun kemudian, PAD-nya melonjak menjadi Rp39,86 miliar.

Pembangunan Kota Blitar berkembang. APBD Kota Blitar dari Rp38,625 miliar naik menjadi Rp387 miliar. Indeks pembangunan manusia (IPM) warga Blitar turut terkeret sekitar sembilan poin, dari 68,9 pada 2000 menjadi 77,12 di 2009. Pencapaian itu merupakan yang tertinggi di Provinsi Jawa Timur pada 2009.

Setelah menjabat Walikota Blitar selama dua periode, Djarot kembali aktif di PDIP tingkat Provinsi Jawa Timur hingga kemudian mencalonkan diri sebagai caleg DPR pusat. Dia terpilih untuk periode 2014-2019. Lagi-lagi, belum lama menjalankan tugas dewan, dia diajukan PDIP untuk menjadi Wakil Gubernur DKI Jakarta yang kosong.

Dia menggantikan posisi Ahok yang naik menjadi gubernur menggantikan Jokowi yang terpilih menjadi presiden. Ia pun resmi mendampingi Ahok untuk periode 2014-2017.

6. Sihar Sitorus. Awalnya, tak ada yang menyangka Sihar ditunjuk oleh Megawati Soekarno Putri untuk mendampingi Djarot di Pilgubsu 2018 ini. Namun, ada banyak alasan hingga Dr Sihar Pangihutan Hamonangan Sitorus Pane, nama lengkapnya, ditunjuk untuk maju. Walau dia adalah anak dari pengusaha super sukses DR Sutan Raja DL Sitorus, tak membuat Sihar manja. Dia tetap tekun mengecap pendidikannya hingga akhirnya dia mendapatkan tempat penting di pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla.

Ya, sebelum diusung menjadi pendamping Djarot, Sihar adalah tenaga ahli Kementerian Koordinator PMK. Sebelumnya, Sihar juga pernah duduk dalam tim kampanye bidang ekonomi Joko Widodo-Jusuf Kalla.

Pria kelahiran Jakarta, 13 juli 1968 ini mendapatkan tempat di pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla bidang ekonomi karena dia memang menempuh studi yang panjang di bidang tersebut. Dia meraih gelar Master of Businees Administration dari Creighton University Ohama, NE, USA, kemudian mengenyam pendidikan Program Diploma Busnees Economic di Strathclyde University, Glasgow. Sihar kemudian mendapatkan gelar Doctor of Businees Adminitration dari Manchester Businees School, Manchester, UK pada tahun 2005.

Lantas, setelah kuliah, dia bermanja dengan kekayaan orangtuanya? Tidak. Sihar justru mencoba hidup mandiri dengan bekerja di PT Freeport Indonesia pada 1993 hingga 1995. Kemudian dia bekerja di PT Bursa Efek Jakarta.

Sama seperti Edy Rahmayadi, Sihar juga turut membangun sepakbola Indonesia, khususnya PSMS Medan. Sihar Sitorus pernah menjadi Ketua Umum PSMS Medan. Selain itu, dia mendirikan tiga klub, yakni Medan Chiefs Deli Serdang dan Pro Titan dan Nusaina Fans Club (FC).

Tak hanya itu, keseriusannya yang besar dalam persepakbolaan juga ditunjukkan dengan menggelontorkan dana yang besar bagi PSMS Medan, agar tetap bisa berlaga di Indonesia Super League (ISL).

Sihar Sitorus juga merupakan mantan anggota komite eksekutif (Exco) PSSI yang dikenal mempunyai ide-ide cemerlang untuk sepakbola.

Demikian profil keenam kandidat yang akan bertarung pada Pilgubsu 2018 nanti. Semoga informasi ini bermanfaat bagi pembaca sebagai referensi dalam menentukan pilihan siapa yang layak dan pantas memimpin Sumatera Utara 5 tahun mendatang. Salam. (md/dikutip dari berbagai sumber)

Exit mobile version