Benteng Times

Sudah Jatuh Tertimpa Tangga: Di Tengah Pandemi Covid-19, Penyakit Ternak Landa Nias

Tampak bangkai babi yang dibuang warga di sungai.

GUNUNGSITOLI, BENTENGTIMES.com – Di tengah pandemi virus corona (Covid-19) yang membuat perekonomian masyarakat hampir lumpuh, satu lagi wabah penyakit ternak babi kini melanda Kepulauan Nias. Puluhan ribu ternak babi mati secara mendadak. Akibatnya masyarakat menderita kerugian hingga miliaran rupiah.

Dari data Dinas Pertanian Kabupaten Nias Selatan pada Kamis (30/4/2020) lalu, ternak babi yang sudah mati di daerah itu mencapai 25.559 ekor. Sementara di Kabupaten Nias, per tanggal 30 April 2020 sudah 12.500 ekor dan di Kota Gunungsitoli hingga Minggu (3/5/2020) mencapai 1.096 ekor.

BACA: Lima Pernikahan Adat Termahal di Indonesia Yang Fantastis, Termasuk Nias dan Batak

Hasil laboratorium Balai Veternier Medan dari sample darah, kematian ternak babi secara mendadak di Kepulauan Nias diakibatkan wabah virus African Swine Fever (ASF) yang sampai saat ini belum ditemukan vaksinnya.

“Virus ini belum ada obatnya. Saat ini kita hanya bisa mengimbau warga untuk menjaga kebersihan kandang ternak, memberikan makanan yang cukup serta vitamin,” kata Kadis Pertanian Kabupaten Nias Fonaso Laoli ,Minggu (3/5/2020) saat dihubungi melalui telepon selularnya.

Tidak hanya itu, bangkai babi yang dibuang warga ke sungai dan ke sembarang tempat kini menimbulkan bau busuk dan dikhawatirkan menjadi sumber penyakit.

“Kita sudah imbau masyarakat, baik melalui pemerintah kecamatan, petugas PPL, maupun melalui kepala desa, supaya bangkai ternaknya dikubur. Memang ini tidak mudah, warga kita tentu sangat terpukul atas kejadian ini, apalagi situasi saat ini perekonomi sedang sulit,” ujarnya.

Fonaso mengaku telah mengusulkan kepada Bupati Nias supaya dibentuk tim penanganan bangkai babi untuk dikuburkan secara massal.

BACA: Parah! Untuk Kesekian Kalinya Bangkai Babi Dibuang Sembarangan di Kabanjahe

“Saya sudah usulkan kepada Bapak Bupati supaya dibentuk tim, agar ternak yang sudah mati, bangkainya dikuburkan di suatu tempat menggunakan alat berat,” ungkapnya.

Terpisah, Kadis Pertanian Kota Gunungsitoli Oimolala Telaumbanua mengatakan, dari gejala penyakit ternak babi yang mati di di daerahnya, hampir sama dengan yang terjadi di Kabupaten Nias Selatan dan Kabupaten Nias.

“Gejalanya hampir sama, jadi bisa dipastikan penyebabnya adalah virus ASF yang menyerang ternak, dan belum ada obatnya. Di daerah kita Kota Gunungsitoli hingga sore ini sudah ada 1.096 ekor yang mati,” kata Oimolala.

BACA: Prioritas Pembangunan Nias 2020, Pembangunan Jalan 30 Desa Terisolir Hingga Stunting

Oimolala mengungkapkan, sebagai langkah pencegahan dari wabah virus ASF itu, diimbau memasak pakan ternak pada suhu 90 derajat Celsius selama 60 menit, dan terhindar dari serangga atau binatang lainnya. Sisa makanan rumah tangga juga dilarang untuk pakan ternak, sebab dikhawatirkan dapat menjadi sumber penularan penyakit. Kemudian, menjaga kebersihan kandang , menyemprot disinfektan kandang dan penyuntikan multivitamin.

Selanjutnya, apabila ditemui ternak babi ada gejala sakit disarankan kepada masyarakat segera memisahkan atau mengisolasi untuk menghindari penularan pada ternak yang masih sehat. Bekas kandang babi yang sakit harus dibersihkan dengan cairan disinfektan atau menggunakan detergent/sabun cuci, atau cairan disinfektan kandang seperti Neoantisep. Katanya, ternak babi yang sakit dapat disuntik dengan antibiotik untuk pengobatan infeksi sekunder.

Sementara untuk meminimalisir penyebaran penyakit, Oimolala mengimbau para pengusaha penjual ternak dan daging babi dilarang memasukkan ternak babi dari dari luar Kota Gunungsitoli. Sedangkan bagi masyarakat yang inginmembeli daging babi, supaya membeli hasil pemotongan di rumah potong hewan babi Kota Gunungsitoli yang berlokasi di Kelurahan Pasar, tepatnya belakang Pasar Beringin.

BACA: Teror Bangkai Babi di Sumut, Telah Teridentifikasi 61 Pemilik Peternakan

“Jika ditemukan babi yang sakit atau mati supaya melapor kepada petugas Dinas Peternakan Kesehatan Hewan setempat 1 x 24 jam,” pungkasnya.

Exit mobile version