Benteng Times

Tudingan Ijazah Palsu Ketua DPRD Gunungsitoli, Herman Jaya Harefa: Sampah!

Ketua DPRD Kota Gunungsitoli Herman Jaya Harefa didampingi penasehat hukumnya memberikan penjelasan terkait dugaan ijazah palsu di ruang rapat kantor DPRD Kota Gunungsitoli.

GUNUNGSITOLI, BENTENGTIMES.com – Ketua DPRD Kota Gunungsitoli, Herman Jaya Harefa berang terkait tudingan yang terus digulirkan berbagai pihak terhadap dugaan Ijazah palsu paket C dan ijazah SPdK miliknya, dimana kasus tersebut sudah dihentikan oleh Polres Nias pada 29 Augustus 2018 lalu karena tidak cukup bukti.

Herman Jaya pun menyebut tudingan tersebut adalah sampah. Selain itu, melalui penasehat hukumnya, Trimen Harefa, telah melaporkan tujuh orang oknum orator demo Forum Bersama Penuntut Keadilan (BPK) atas dasar fitah, pencemaran nama baik dan terkait UU ITE.

BACA: Kasus Dugaan Ijazah Palsu Ketua DPRD Gunungsitoli Di-SP3, Warga Demo di Polres Nias

“Saya mengundang teman-teman karena saya merasa bahwa penting untuk saya jelaskan. Jujur, selama ini dengan pelapor kenapa saya tidak mau meladeni, karena saya anggap sampah. Dari waktu ke waktu terus dia lakukan penghinaan, saya coba diam menahan diri. Karena kenapa? Dia bukan lawan saya,” tegas Herman Jaya Harefa kepada sejumlah wartawan di ruang rapat Ketua DPRD Kota Gunungsitoli, Senin (25/2/2019).

Herman Jaya menuding bahwa pelapor dan para aktivis yang menggelar aksi unjuk rasa di Polres Nias beberapa waktu lalu yang meminta agar penghentian penyelidikan ditinjau kembali, tidak berpengetahuan. Menurutnya, aksi tersebut adalah pesanan dari pihak tertentu.

“Harusnya pada waktu aksi murni penegakan hukum tidak tendensi dan bukan sesuatu pesanan, maka prosesnya tidak seperti ini. Menguji SP3 itu ada pengadilan. Silahkan ke Pengadilan Negeri Gunungsitoli, silahkan diuji,” ujarnya.

Herman Jaya memaparkan, kasus ini dilaporkan pertamakali tahun 2013 di Polres Nias oleh dua orang masyarakat terkait tidak adanya sidik jari dan stempel merah pada ijazah paket C miliknya.

Lalu, berawal dari sini kemudian LZ melaporkan kasus ini di Polres Nias tahun 2015 dengan objek yang sama, baik ijazah paket C maupun SPdk.

BACA: Pria Mirip Kacab Disdik Gunungsitoli Mesra Dengan Wanita Cantik, Ini Fotonya..

“Terkait laporan dua orang masyarakat itu, sebelum dilantik menjadi anggota DPRD Kota Gunungsitoli pada tahun 2014, saya sudah pernah memberikan keterangan kepada polisi,” jelasnya.

Berdasarkan surat yang dikeluarkan Suku Dinas Pendidikan Wilayah II, Jakarta Pusat pada 25 April 2017 kepada Polres Nias, menjelaskan bahwa nama Herman Jaya Harefa benar telah mengikuti ujian nasional paket C, pada program ilmu pengetahuan sosial pada tahun 2007.

Terkait tidak adanya sidik jari di ijazah paket C miliknya, Herman Jaya mengaku lupa disebabkan pada tahun 2007, dirinya sibuk bekerja di Jakarta. Sehingga sewaktu mendapat kabar bahwa ijazah sudah keluar, lalu sambil berangkat ke tempat kerja, Herman Jaya mampir ke sekolah mengambil ijazah.

“Memang saat itu pihak sekolah mengingatkan agar jangan lupa disidik jari. Namun sewaktu sampai di tempat kerja, sudah tidak ingat lagi. Akhirnya ijazah ini saya suruh adek saya untuk dilaminating, sehingga ijazah saya tidak ada sidik jarinya,” ungkapnya.

Menguaknya kembali kasus ini, saat pelapor Loozaro Zebua (LZ) kembali membuat pengaduan ke Polda Metro Jaya dan Polres Jakarta Utara serta aksi demo yang mengatasnamakan dirinya Forum Bersama Penuntut Keadilan (BPK), di Polres Nias pada Rabu (13/2/2019). Saat itu, puluhan massa Forum BPK meminta Surat Keterangan Penghentian Penyelidikan ditinjau kembali.

Kepada bentengtimes.com, Selasa (26/2/2019), LZ mengaku telah melaporkan Gabriel Manguncong selaku Rektor STT Sunsugos yang mengeluarkan Ijazah SPdK dan Epon Yumenah selaku pimpinan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Budaya yang mengeluarkan ijazah paket C, serta Herman Jaya Harefa sebagai pengguna kedua ijazah yang diduga palsu tersebut ke Polda Metro Jaya tanggal 25 September 2018.

“Pertama saya melapor ke Polda Metro Jaya, namun karena wilayahnya berada di Jakarta Utara, sehingga penyidik Polda Metro Jaya melimpahkan ke Polres Jakarta Utara. Saya punya dokumen menunjukkan kedua ijazah itu palsu, penerbit dan pemakai melanggar, dan laporan saya sedang berproses. Kita lihat saja nanti,” ungkap Loozaro.

Terkait laporan Herman Jaya Harefa melalui penasehat hukumnya di Polres Nias, LZ belum mau mengomentari, karena belum dipanggil.

Dia juga berancana akan menempuh upaya hukum terhadap Surat Keterangan Penghentian Penyelidikan yang dikeluarkan Polres Nias. Namun setelah laporannya di Polda Metro Jaya, telah memperoleh kejelasan hukum.

“Saya belum lihat LP-nya, jadi belum bisa saya komentari. Kalau masalah prapid, nanti setelah selesai laporan saya di Polda Metro Jaya,” pungkasnya.

Exit mobile version