Benteng Times

Surat Penahanan Untuk Walikota Gunungsitoli Beredar, Begini Responnya

Walikota Gunungsitoli Ir Lakhomizaro Zebua menunjukan surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) yang dikeluarkan oleh Kejaksaan Negeri Gunungsitoli, sekaligus mematahkan isu terkait beredarnya fotocopy surat penahanan kepada dirinya pada 2006 lalu.

GUNUNGSITOLI, BENTENGTIMES.com – Walikota Gunungsitoli Ir Lakhomizaro Zebua menepis isu miring terkait fotocopy berita acara penahanan terhadap dirinya yang telah tersebar kemana-mana dan menjadi konsumsi masyarakat luas.

Saat menggelar konferensi pers di kantor Walikota Gunungsitoli pada Senin (25/2/2019), Lakhomizaro menyebut bahwa isu itu tidak benar dan hanya untuk menakut-nakuti saja.

BACA: Walikota Gunungsitoli Diduga Terlibat Proyek Fiktif di Nias, Negara Rugi Rp2,1 Miliar

“Kalau memang surat itu ada, kenapa tidak pada saat itu saya ditahan dan belum pernah diinformasikan kepada saya. Jadi itu tidak benar. Saya baru tau surat itu setelah melihat di medsos Facebook. Mereka yang berbuat itu hanya menggertak. Yang namanya Lakhomizaro tidak pernah takut, karena tidak salah,” tegasnya.

Lakhomizaro menerangkan bahwa proses penyelidikan dan penyidikan atas dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dalam penggunaan dana Perimbangan Sumber Daya Alam (PSDA) Kabupaten Nias Tahun 2006 yang lalu telah dihentikan oleh Kejaksaan Negeri Gunungsitoli.

Penghentian kasus tersebut sesuai dengan surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) yang dikeluarkan Kejaksaan Negeri Gunungsitoli bernomor Print: 248/N.2.21/Fd.1/02/2009, tertanggal 23 Febuari 2009, ditandatangani Kepala Kejaksaan Negeri Gunungsitoli selaku jaksa penyidik Dade Ruskandar, SH MH tanggal 25 Februari 2009.

Ditanya tanggapannya terkait beredarnya surat tersebut, Lakhomizaro mengaku tidak marah maupun dendam.

“Dia bukan lawan saya, ini permainan anak-anak dan saya tidak akan marah. Malah saya suka kalau didemo, karena itu akan saya jadikan sebagai bahan evaluasi,” tandasnya.

BACA: Proyek Tangki Septik Komunal Desa Tetehosi Afia Gunungsitoli Utara Dinilai Sia-sia

Menguaknya kasus ini saat massa Forum Masyarakat Peduli Kepulauan Nias berunjukrasa di Polres Nias dan Kejaksaan Negeri Gunungsitoli pada Senin (18/2/2019) lalu.

Saat itu massa mempertanyakan kasus yang sudah lama mengendap, yakni proyek pemantapan pertapakan kantor Bupati Nias tahun 2007 yang lalu.

Kemudian pada aksi di Kejaksaan Negeri Gunungsitoli, massa mempertanyakan kebenaran fotocopy berita acara pelaksanaan penahanan terhadap tersangka kasus korupsi Ir Lakhomizaro Zebua dalam kasus dana Perimbangan Sumber Daya Alam (PSDA). Dimana Ir Lakhomizaro Zebua saat itu sebagai pimpinan proyek P2JK2 tahun 2001 Kabupaten Nias.

Menurut demonstran, surat tersebut dikeluarkan pada tanggal 19 Juni 2006, ditandatangani jaksa penyidik Noverius Lombu SH.

Saat itu, Kepala Kejaksaan Negeri Gunungsitoli Futin Helena Laoli SH MH yang datang menemui pendemo di gerbang kantor Kejari Gunungsitoli mengatakan bahwa isu tersebut tidak benar karena belum pernah ditetapkan tersangka, apalagi ada berita acara penahanan.

“Penetapan tersangka tidak pernah ada dan belum pernah diregister. Berita acara penahanan itu tidak benar. Jika ada dokumen silahkan disampaikan kepada kami,” tegas Kajari saat itu.

Kembali ke Walikota Gunungsitoli, saat ditanya tentang kasus pertapakan kantor Bupati Nias bahwa proyek tersebut fiktif, karena pada tahun 2006 telah dikerjakan Badan Rehabilitasi Rekonstruksi (BRR NAD-NIAS) tahun 2007 lalu, dan Pemerintah Kabupaten Nias kembali menganggarkan pembiayaannya melalui APBD, Lakhomizaro menjelaskan bahwa sesuai persetujuan dan kesepakatan dengan BRR saat itu, pematangan lahan kantor Bupati Nias adalah kewajiban pemerintah daerah.

“Proyek itu memang sudah dikerjakan duluan oleh BRR, namun sesuai persetujuan dan kesepakatan, sehingga pemerintah daerah berkewajiban melaksanakan pembayaran. Dasar hukumnya, BRR sudah memberitahukan dan memberikan surat,” jelasnya.

Dikatakan, sewaktu BRR mengajukan pembayaran tahun 2006 sempat ditolak karena tidak tercatat di APBD Pemerintah Daerah tahun 2006, sehingga tahun berikutnya baru ditampung di APBD.

“Ini sudah selesai, sudah dibahas di DPRD dan disetujui. Tidak ada yang ditutupi,” katanya.

Menurut Lakhomizaro, resikonya saat itu, jika pemerintah daerah tidak mau membayar, maka BRR tidak akan membangun kantor Bupati Nias dan Kantor DPRD.

“Kalau ada yang mengatakan dua kali bayar, kan ada dasar pemerintah daerah, yakni surat dari BRR. Kalau dikatakan fiktif, ya tanya sama BRRnya dimana yang fiktif. Masalah ini saya sudah diperiksa sebanyak 7 kali, dan apa yang saya kerjakan, saya siap mempertanggungjawabkan,” tegasnya.

Exit mobile version