Benteng Times

Ternyata, Pembelajaran Jarak Jauh Bikin Kesenjangan Antara si Kaya dan Miskin Makin Lebar

Ilustrasi anak-anak belajar di rumah, saat pandemi Covid-19.

JAKARTA, BENTENGTIMES.com– Pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang sebelumnya dilakukan ternyata membuat kesenjangan pembelajaran antara anak-anak yang berasal dari kelompok keluarga mampu dengan keluarga miskin semakin jauh.

Mereka yang berasal dari kelompok mampu memiliki sumber daya yang memungkinkan belajar dari rumah, baik sarana maupun pendidikan orangtua yang dapat mengajarkan anaknya di rumah.

Sedangkan, keluarga tidak mampu atau keluarga-keluarga miskin, mengalami keterbatasan dalam menyediakan sumber daya untuk mendidik anaknya di rumah.

Selain itu, orangtua mereka juga umumnya tidak memiliki pendidikan yang cukup sehingga tidak dapat memberikan bimbingan sebaik keluarga tergolong dalam kelompok mampu.

“Oleh karena itu, kita perlu lagi-lagi berupaya memulihkan pembelajaran dan kembali membuka sekolah meski dilakukan terbatas,” kata Suharti, Sekretaris Jenderal pada Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), dari informasi diterima Benteng Times, pada Selasa (4/1/2022).

Maka dari itu, Kemendikbudristek mendorong satuan-satuan pendidikan untuk kembali melaksanakan pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas.

Sebab, ternyata pembelajaran jarak jauh juga memberikan tekanan cukup besar terhadap peserta didik, orangtua, dan juga guru.

BacaDana BOS Boleh Dipakai Beli Kuota Internet Guru dan Siswa

BacaEmpat Syarat Naik Kelas, Apa Saja?

Suharti mengungkapkan, studi yang dilakukan Bank Dunia juga menunjukkan penurunan kemampuan siswa yang terjadi selama periode kebijakan sebelumnya, mencapai sampai 0,8 sampai 1,3 tahun pembelajaran. Menurut dia, angka itu sudah termasuk besar melihat periode pandemi yang berlangsung.

“Ini sangat besar sekali dengan hanya pandemi yang belum juga dua tahun, tetapi penurunannya bisa mencapai bahkan lebih dari satu tahun,” katanya.

Halaman Selanjutnya >>>

Merefleksi Pelaksanaan PTM Terbatas

Merefleksi Pelaksanaan PTM Terbatas

Sementara, Kartini Rustandi, plt Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan, menuturkan, situasi kasus Covid-19 memang menurun belakangan ini, tapi hal tersebut tidak boleh menjadikan semua pihak terlena.

Dari data yang dia miliki, kasus Covid-19 pada anak banyak terjadi pada usia 7-12 tahun, 16-18 tahun, lalu 13-15 tahun.

“Artinya, anak-anak kita yang sedang dalam usia sekolah. Tentu ini menjadi perhatian kita, terlebih pada saat ini kasus Omicron sudah masuk di Indonesia. Kita tahu kasus Omicron merupakan kasus yang memang tidak terlalu berat, tetapi sangat mudah menyebar,” kata Kartini Rustandi.

Kartini Rustandi mengungkapkan, merefleksi pelaksanaan PTM terbatas yang dilakukan pada 2021, sejumlah penyebab terjadinya penularan terhadap peserta didik di sekolah.

BacaTanjungbalai Sudah Bisa Gelar Pembelajaran Tatap Muka, Tapi..

BacaJanuari 2021, Rencana Belajar Tatap Muka, Harus Taat Prokes

Pertama, menurut Kartini, kontaminasi terjadi dari guru yang positif Covid-19. Dia mengungkapkan, sejauh ini, masih ada guru yang belum mendapatkan vaksinasi.

“Demikian juga dengan pegawai sekolah. Tapi, tidak tertutup kemungkinan kontaminasi dari siswa atau keluarga siswa atau anak didik kita. Mereka tidak punya gejala, tetapi sering kali mereka menjadi penular,” imbuh Kartini.

Halaman Selanjutnya >>>

Hal Paling Sering Terjadi di Sekolah, Prokes Longgar

Halaman Sebelumnya <<<

Hal Paling Sering Terjadi di Sekolah, Prokes Longgar

Kartini mengungkapkan, penyebab dari kontaminasi yang berasal dari siswa adalah sekolah tidak melakukan pemeriksaan terhadap siswa yang bergejala, seperti batuk, pilek, dan bersuhu lebih tinggi dari suhu normal.

Anak yang sedang merasa tidak enak badan, tetapi tetap melakukan kegiatan di sekolah. Dia melihat, hal paling sering terjadi di lingkungan sekolah sehingga menyebabkan risiko penularan Covid-19 adalah penerapan protokol kesehatan yang longgar.

Penggunaan PeduliLindungi dan pemeriksaan suhu dilakukan ketika peserta didik masuk ke lingkungan sekolah, tapi setelah itu penggunaan masker dan menjaga jarak dengan baik tidak dilakukan.

“Kemudian, ruangan diisi dengan orang yang cukup padat. Aliran udaranya tidak baik. Artinya, protokol kesehatan kita tidak dilakukan dengan baik,” katanya lagi.

Selain itu, Kartini juga melihat satuan tugas (satgas) yang ada tidak melakukan tugasnya dengan sungguh-sungguh, baik yang ada di dalam sekolah maupun satgas di lingkungannya.

BacaJelang Tatap Muka Terbatas, Seluruh Daerah Diminta Percepat Vaksinasi

BacaWalikota Siantar Perpanjang Waktu Belajar di Rumah hingga 11 April

Tidak berjalannya pemberian sanksi dan belum selesainya pelaksanaan vaksinasi guru, tenaga kependidikan, dan peserta didik juga dia sebut sebagai salah satu hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut ke depannya.

“Kadang-kadang nggak enak hati atau memang juga karena sangat sibuk sehingga tidak diberikan sanksi. Tentu pelaksanaan vaksinasi bagi guru dan tenaga kependidikan dan juga anak didik yang belum selesai,” imbuhnya.

Halaman Selanjutnya >>>

DKI Jakarta Gelar PTM Kapasitas 100 Persen

Halaman Sebelumnya <<<

DKI Jakarta Gelar PTM Kapasitas 100 Persen

Untuk diketahui pada Senin (3/1/2022), Pemprov DKI Jakarta mencatat sebanyak 10.429 sekolah di Ibukota telah menggelar Pertemuan Tatap Muka (PTM) dengan kapasitas 100 persen. Jumlah itu setara dengan 97,2 persen dari total jumlah sekolah yang ada di DKI Jakarta.

“Ini sesuai dengan SKB empat menteri, juga ketentuan dari dinas terkait,” ujar Ahmad Riza Patria, Wakil Gubernur DKI Jakarta,  di Balai Kota Jakarta, Senin.

Sekadar diketahui, Pertemuan Tatap Muka (PTM) terbatas merupakan upaya menyelamatkan anak-anak dari risiko dampak negatif Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) secara berkepanjangan.

BacaKredit Macet Yayasan SAN Rp102 Miliar, Miskinkan Rusmani Manurung!

BacaKepatuhan Masyarakat Siantar Terhadap Prokes di atas 90 Persen, Hefriansyah: Itu Sangat Baik

Dampak yang sangat diantisipasi di antaranya putus sekolah, penurunan prestasi pembelajaran, dan kesehatan mental serta psikis anak-anak.

Halaman Sebelumnya <<<

Exit mobile version