Test PCR, GSI, dan Keterlibatan Luhut

Share this:
BMG
Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan.

Test PCR Jauh dari Target

Pada akhir April 2020, alat-alat PCR ini mulai datang dan kita mulai distribusikan ke Fakultas-Fakultas Kedokteran yang saya sebutkan di atas. Itupun berkat lobi sana sini dari Kemenlu, Kementerian BUMN, dan berbagai pihak lain yang dilakukan untuk meminta Roche agar barang yang sudah kita pesan tidak direbut negara lain.

Karena, kita mendengar ada 1 negara Timur Tengah yang sudah menyediakan 100 juta dolar dan bersedia membayar cash di depan untuk membeli alat-alat PCR yang tersedia di pasar saat itu.

Setelah alat datang, bukan berarti barang bisa langsung digunakan, karena kita harus menunggu reagen PCR-nya datang. Awal Mei, reagen-nya kemudian baru datang.

Masalah belum selesai, para lab itu kemudian juga menyampaikan bahwa mereka butuh VTM (Viral Transport Medium). Saya tanya ke mereka barang apapula itu.

Mereka menjelaskan bahwa VTM ini adalah alat untuk menampung hasil swab yang akan mendeaktifkan virusnya sebelum kemudian bisa dilakukan ekstraksi RNA.

Rupanya, banyak sekali perintilan material-material yang dibutuhkan untuk melakukan test PCR ini, bukan hanya reagen saja.

BacaMenegangkan! Penggerebekan Bandar Narkoba di Sidimpuan, dari Rebutan Pistol Hingga Duel

BacaTerlibat Penganiayaan, Oknum Polisi Beking Rentenir Dijatuhi Sanksi Penundaan Gaji dan Naik Pangkat

Dimana kalau salah satu barang gak ada, test PCR tidak bisa dilakukan. Long story short berbagai perintilan barang itu bisa kita dapatkan dan lab-lab di berbagai fakultas kedokteran itu bisa mulai melakukan test.

Namun karena proses ekstraksinya masih manual, masing-masing lab paling hanya bisa melakukan 100-200 test per hari. Jauh dari target yang kita minta yaitu 700-1.000 test per hari.

Halaman Selanjutnya >>>

Putar Otak, Dapat PCR ‘Murah’ dari Tiongkok

Halaman Sebelumnya <<<

Share this: