Benteng Times

Ini Kronologi Kasus Edhy Prabowo: Bermula dari SK, Kandas di KPK

Menteri KKP Edhy Prabowo tampak mengenakan rompi KPK setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait perizinan tambak, usaha, dan atau pengelolaan perikanan, Kamis (26/11/2020).

JAKARTA, BENTENGTIMES.com– Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerangkan kasus Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo, berawal dari pembukaan kran ekspor benih lobster alias benur yang semula dilarang, dan berujung suap.

Sebelumnya, lembaga antirasuah telah menetapkan Edhy dan enam orang lainnya sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait perizinan tambak, usaha, dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya Tahun 2020.

Tersangka lainnya adalah Stafsus Menteri KKP, Safri dan Andreu Pribadi Misata; Pengurus PT ACK, Siswadi; staf isteri Menteri KKP, Ainul Faqih; Amiril Mukminin; dan Direktur PT DPP, Suharjito.

Pada kasus itu, sebagai pemberi suap adalah Suharjito. Sementara, enam orang lainnya sebagai penerima.

Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango mengungkapkan, kasus ini berawal saat Edhy menerbitkan Surat Keputusan (SK) Nomor: 53/KEP MEN-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster.

Edhy kemudian menunjuk Andreu dan Safri sebagai Ketua dan Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence).

“Salah satu tugas dari tim ini adalah memeriksa kelengkapan administrasi dokumen yang diajukan oleh calon eksportir benur,” kata Nawawi, membaca konstruksi kasus ini, pada Rabu (25/11/2020) malam.

BacaMenteri Edhy Jadi Tersangka KPK, Minta Maaf ke Prabowo Subianto

Pada awal Oktober 2020, Direktur PT DPP Suharjito bertemu dengan Safri di lantai 16 Gedung KKP terkait perizinan ekspor lobster.

“Dalam pertemuan itu, diketahui bahwa untuk melakukan ekspor benih lobster hanya dapat melalui forwarder PT Aero Citra Kargo (ACK) dengan biaya angkut Rp1.800 per ekor yang merupakan kesepakatan antara Amiril Mukminin dengan Andreau dan Siswadi,” katanya.

Bersambung ke halaman 2..

Atas kegiatan ekspor benih lobster itu, PT DPP diduga melakukan transfer sejumlah uang ke rekening PT ACK dengan total sebesar Rp731.573.564.

Setelah mentransfer sejumlah uang, PT DPP, atas arahan Edhy melalui Tim Uji Tuntas, memperoleh penetapan kegiatan ekspor benih lobster/benur. Kemudian, perusahaan ini melakukan 10 kali pengiriman menggunakan perusahaan PT ACK.

Berdasarkan data kepemilikan, pemegang PT ACK terdiri dari Amri (AMR) dan Ahmad Bahtiar (ABT) yang diduga merupakan nominee dari pihak Edhy serta Yudi Surya Atmaja (YSA).

“Atas uang yang masuk ke rekening PT ACK yang diduga berasal dari beberapa perusahaan eksportir benih lobster tersebut, selanjutnya ditarik dan masuk ke rekening AMR dan ABT masing-masing dengan total Rp9,8 miliar,” ungkap Nawawi.

Belanja Barang Mewah

Lalu, pada 5 November 2020, diduga terdapat transfer dari rekening ABT ke rekening salah satu bank atas nama Ainul Faqih (staf istri Menteri KKP) sebesar Rp3,4 miliar. Uang itu diperuntukkan bagi keperluan Edhy, istrinya Iis Rosita Dewi, Safri, dan Andreau.

“Antara lain dipergunakan untuk belanja barang mewah oleh Edhy dan Iis di Honolulu, AS, tanggal 21-23 November 2020, sekitar Rp750 juta di antaranya berupa Jam tangan rolex, tas Tumi, dan LV, baju Old Navy,” beber Nawawi.

BacaWalikota Dumai Zulkifli AS Resmi Ditahan KPK

Dia menuturkan Edhy, yang juga menjabat Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu, kembali menerima uang sebesar US$100 ribu dari Suharjito dan Amiril Mukminin pada Mei 2020.

“Selain itu, Safri dan Andreau pada sekitar bulan Agustus 2020 menerima uang dengan total sebesar Rp436 juta dari Ainul Faqih,” ujar Nawawi, yang merupakan mantan Hakim Tindak Pidana Korupsi.

Bersambung ke halaman 3..

Pada 21-23 November itu pula, pihak KPK menerima informasi mengenai penerimaan uang oleh penyelenggara negara.

Bentuknya, transaksi pada rekening bank yang diduga sebagai penampung dana dari beberapa pihak yang sedang dipergunakan penyelenggara negara itu untuk pembelian sejumlah barang mewah di luar negeri.

Pada 24 November 2020, tim KPK bergerak dan membagi menjadi beberapa tim di area Bandara Soekarno Hatta, Jakarta, Tangerang Selatan, Depok dan Bekasi untuk menindaklanjuti adanya informasi tersebut.

Pukul 00.30 WIB, Tim KPK mengamankan 17 orang dan membawa mereka ke Gedung Dwiwarna KPK untuk diperiksa lebih lanjut.

“Dari hasil tangkap tangan tersebut ditemukan ATM atas nama AF (Ainul Faqih), Tas LV, Tas Hermes, Baju Old Navy, Jam Rolex, Jam Jacob n Co, Tas Koper Tumi dan Tas Koper LV,” kata Nawawi.

BacaBupati Labura dan Mantan Wakil Bendahara Umum PPP Ditahan KPK

Selain penerimaan uang pada 5 November, KPK juga mengendus Edhy telah menerima uang US$ 100 ribu dari Suharjito melalui dua stafsusnya itu.

Usai penangkapan itu, Nawawi menyebut pihaknya kemudian melakukan serangkaian pemeriksaan dan gelar perkara sebelum batas waktu 24 jam.

Bersambung ke halaman 4..

KPK, kata dia, menyimpulkan ada dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji oleh Penyelenggara Negara terkait dengan perizinan tambak, usaha, dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020.

“KPK menetapkan 7 orang tersangka, sebagai penerima, masing-masing EP, SAF, APM, SWD, AF, AM; sebagai pemberi SJT,” ujar Nawawi.

Lima tersangka penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sedangkan, pihak pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Dua Tersangka Diultimatum Segera Serahkan Diri

Dua tersangka, yaitu Andreu Pribadi Misata dan Amiril Mukminin, masing-masing stafsus Menteri KKP dan pemberi suap, masih belum berhasil ditangkap KPK.

BacaIni Profil Walikota Medan Dzulmi Eldin yang Terjaring OTT KPK

Nawawi mengultimatum keduanya untuk menyerahkan diri.

“KPK mengimbau kepada dua tersangka, yaitu APM dan AM untuk dapat segera menyerahkan diri ke KPK,” tegas Nawawi.

Exit mobile version