Di Balik Terbengkalainya Tol Medan-Binjai, Ada Empat Tersangka Mafia Tanah

Share this:
BMG
Kapolda Sumut Irjen Pol Agus Andrianto, didampingi Kepala Kantor Wilayah BPN Sumut Bambang Priono, saat melakukan paparan kasus dugaan pemalsuan surat tanah yang menghambat pembangunan jalan tol Medan-Binjai, Rabu (26/12/2018).

Lahan Perkebunan Bukan Grand Sultan

Terpisah, Ahli Hukum Tanah Adat dari Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) Edy Ikhsan menjelaskan bahwa tidak satu pun pelepasan tanah yang berada pada proyek pembangunan tol Binjai hingga Helvetia, berdasarkan grand sultan. Kalau ada berdasarkan grand sultan, menurut Edy, itu dapat dipastikan palsu.

Masih kata Edy, pelepasan tanah dari Binjai-Helvetia berdasarkan pengetahuan hukum dan data-data yang ia miliki, hampir tidak boleh di daerah itu memiliki grand sultan.

“Pada zaman kolonial, tidak ada grand sultan karena di daerah itu tanah konsesi perkebunan tembakau,” terang Edy.

Dijelaskan, tanah konsesi merupakan perjanjian jangka panjang selama 75 tahun yang dibuat Sultan Deli, dengan pengusaha-pengusaha asing zaman dahulu. Oleh sebab itu, konsesi diberikan kepada perusahaan. Sedangkan, grand sultan dapat dipastikan diberikan kepada perseorangan.

“Di atas tanah konsesi yang sudah diberikan hak konsensi, tidak akan ada yang namanya grand sultan. Saya bersedia dipanggil ke pengadilan untuk menjelaskan hal ini berdasarkan data. Saya bisa kasih tunjuk di daerah-dearah mana saja yang boleh ada grand sultan,” ujarnya.

BacaPemerintah akan Bangun Rest Area di Jalan Nasional Silangit-Toba

BacaMudik Makin Lancar, Perlu Kerendahan Hati Akui Hasil Kerja Jokowi

Lebih lanjut Edy menuturkan, fungsi BPN dalam melakukan verifikasi benar tidaknya sebuah dokumen hak atas tanah dinilai sudah betul. Edy juga menjelaskan, setelah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Undang-undang Pokok Agraria dikeluarkan, ada kewajiban agar seluruh pemegang hak termasuk grand sultan dikonversi menjadi sertifikat hak milik (SHM).

Share this: