Pilkada di 4 Daerah Ini Diterpa Politik SARA, Sumut Paling Parah

Share this:
Ilustrasi pilkada serentak 27 Juni 2018.

JAKARTA, BENTENGTIMES.com – Direktur Riset Setara Institute Halili mengatakan, politisasi di Pilkada Serentak 2018 relatif lebih kecil dibandingkan Pilkada 2017.

Hanya saja, kata dia, masih ada sejumlah daerah yang bermain politik suku, agama, ras dan antar golongan (SARA) untuk memenangkan pasangan calon tertentu.

Halili menyebut, sejumlah daerah itu di antaranya adalah di Pemilihan Gubernur Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Di Pilgub Sumut, menurutnya, yang paling banyak bila dibandingkan ketiga provinsi di Pulau Jawa tersebut.

(BACA: Pasangan Eramas Unggul di Quick Count, Pengamat: Politik Identitas Berhasil)

“Pada Pilgub Sumut, pasangan Djarot Saiful Hidayat-Sihar Sitorus (Djoss) menjadi korban tiga belas bentuk kampanye bermuatan politisasi SARA dengan banyak isu. Mulai dari soal Djarot bukan putra daerah dan keislamannya diragukan,” kata Halili melalui siaran persnya, Jumat (29/6/2018).

Selain soal putra daerah dan agama, imbuh Halili, Djarot juga diserang kampanye hitam soal larangan memilih pendukung penista agama yang merujuk kepada Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Selain itu juga terkait larangan memilih pemimpin non-muslim, politisasi masjid, hingga ‘tamasya Al-Maidah’ pada hari pencoblosan.

“Sedangkan pasangan Edy Rahmayadi-Musa Rajeckshah (Eramas) menjadi kampanye bermuatan politisasi SARA yaitu kampanye hitam kupon zakat palsu,” ujarnya.

Halili menilai, politisasi SARA, khususnya agama cukup efektif dilakukan di Sumut berdasarkan sebaran suara dalam hitung cepat beberapa lembaga survei.

(BACA: PPP: Djarot-Sihar Kalah karena Isu SARA)

Pasangan Eramas, ungkap dia, mendominasi suara hingga di atas 85 persen di kabupaten-kabupaten dengan penduduk mayoritas beragama Islam.

“Seperti Kabupaten Mandailing Natal, Tapanuli Selatan, Padang Lawas Utara, Labuhanbatu, Asahan, Labuhanbatu Selatan, Labuhanbatu Utara, Kota Tanjungbalai, Padangsidimpuan dan sebagainya,” ungkap Halili.

Dalam Pilgub Jawa Barat, jelas Halili, paslon Ridwan Kamil-Uu Ruzhanul Ulum (Rindu) dan pasangan Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi menjadi korban paling banyak politisasi SARA.

Paslon Rindu di antaranya mendapatkan serangan seperti Ridwan Kamil penganut Syi’ah dan mendukung Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT).

Kemudian paslon Deddy-Dedi diserang kampanye hitam berupa tuduhan dukungan dari paranormal dan penganut kepercayaan, serta memohon dukungan kepada sosok gaib melalui ritual mistis.

“Jika disandingkan dengan data sebaran suara menurut hitung cepat beberapa lembaga survei, kampanye politisasi SARA tersebut patut diduga efektif bekerja di perkotaan, khususnya di daerah-daerah satelit DKI Jakarta,” paparnya.

Share this: