Benteng Times

Bertele-tele, Hakim Tipikor Medan Minta KPK Terbitkan Sprindik Terhadap Kasatker I BPJN Sumut

Dicky Erlangga, Kasatker I BPJN Sumut saat memberi keterangan dalam sidang korupsi di Pengadilan Tipikor Medan, Rabu (22/10/2025).

MEDAN, BENTENGTIMES.com– Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Medan meminta Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) baru terhadap Dicky Erlangga, Kepala Satuan Kerja (Kasatker) I Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Sumatera Utara.

“Permintaan majelis hakim untuk menerbitkan sprindik baru, akan kami teruskan kepada pimpinan, Direktur Penyidikan langsung,” kata Jaksa KPK, Eko Wahyu, kepada wartawan seusai sidang di Pengadilan Tipikor Medan, Rabu (22/10/2025).

Permintaan itu disampaikan Majelis Hakim yang dipimpin Khamozaro Waruwu, setelah menilai Dicky Erlangga memberikan keterangan yang bertele-tele dan tidak konsisten dengan saksi serta terdakwa lainnya, dalam perkara dugaan suap proyek pembangunan jalan nasional di Sumut.

Bahkan, Dicky Erlangga tercatat tiga kali mengubah berita acara pemeriksaan (BAP) saat memberi keterangan kepada penyidik KPK.

Eko Wahyu menambahkan, seluruh pihak yang dinilai hakim perlu diselidiki lebih lanjut juga telah disampaikan JPU KPK kepada Direktur Penyidikan. Namun, Eko Wahyu enggan membeberkan siapa saja pihak-pihak dimaksud.

“Soal siapa saja, itu tidak bisa kami ungkapkan,” kata Eko Wahyu.

BacaKonspirasi Birokrat dan Kontraktor di Sumut: BTT Digeser ke Proyek Infrastruktur Tidak Mendesak

Amatan media, permintaan agar KPK menerbitkan sprindik baru terhadap Dicky Erlangga muncul setelah majelis hakim berdiskusi singkat di ruang sidang.

Halaman Selanjutnya >>>

Untuk diketahui, dalam sidang sebelumnya, pada Kamis, 16 Oktober 2025, hakim sempat berang dan memerintahkan JPU untuk kembali menghadirkan Bendahara PT Dalihan Natolu Grup (DNG), Mariam, serta dua bawahan Dicky Erlangga yang menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di Satker I, yakni Faisal, yang juga menerima  uang sebesar Rp150 juta dari terdakwa Kirun, dan Sahala Rumapea.

Ketiga saksi itu dihadirkan untuk mengonfrontir keterangan Dicky Erlangga, yang pada sidang sebelumnya bersikeras hanya menerima Rp680 juta dari terdakwa Akhirun Piliang alias Kirun, Direktur Utama PT DNG.

Namun, setelah dikonfrontir di hadapan majelis hakim, Dicky akhirnya mengaku khilaf dan membenarkan menerima Rp1,6 miliar, sesuai dengan dakwaan JPU.

Pengakuan tersebut membuat majelis hakim membatalkan rencana penerapan sumpah palsu terhadap Dicky Erlangga, dan menggantinya dengan permintaan agar penyidik KPK melalui JPU menerbitkan sprindik baru guna mendalami keterlibatan Dicky dalam perkara suap tersebut.

Dicky Erlangga sendiri menjadi saksi dalam kasus dugaan suap yang melibatkan Akhirun Piliang alias Kirun dan Rayhan Dulasmi Piliang alias Rayhan, Direktur PT Rona Mora. Keduanya didakwa memberikan suap terkait proyek pembangunan Jalan Simpang Kota Pinang–Gunungtua–Simpang PAL XI, dan penanganan longsoran, yang dibiayai dari APBN tahun 2025.

Dalam persidangan yang sama, turut dihadirkan mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Sumatera Utara tahun 2024, Mulyono, serta Kadis PUPR Sumut yang baru dilantik, Hendra Dermawan Siregar.

Keduanya memberi keterangan terkait dugaan suap dari Kirun dan Rayhan kepada Topan Obaja Putra Ginting dan Rasuli, Kepala UPTD Gunungtua, serta sejumlah pejabat terkait proyek pembangunan jalan Hutaimbaru–Sipiongot dan Sipiongot–batas Kabupaten Labuhanbatu.

BacaFakta Baru Sidang Lanjutan Kasus OTT KPK Terhadap Jaringan Topan Ginting Cs: Sekali Klik Bayar Rp450 Juta

Dalam kesaksiannya, Mulyono mengaku hanya menerima Rp200 juta dari total Rp2,4 miliar sebagaimana tercatat dalam pembukuan Bendahara PT DNG, Mariam.

Sementara itu, Topan Obaja Putra Ginting, Rasuli, dan Heliyanto masih ditahan KPK dan menunggu proses persidangan dalam berkas terpisah sebagai penerima suap dari Kirun dan Rayhan.

Halaman Sebelumnya <<<

Exit mobile version