GUNUNGSITOLI, BENTENGTIMES.com– Aktivitas pengerukan tanah diduga ilegal di Kecamatan Gunungsitoli Idanoi, Kota Gunungsitoli, menimbulkan kekhawatiran serius. Tambang galian C yang menyuplai tanah timbunan untuk proyek pemerintah ini diduga beroperasi tanpa izin resmi, sekaligus menimbulkan dampak sosial, lingkungan, dan kesehatan masyarakat. Dugaan ini juga menimbulkan risiko kerugian terhadap pendapatan asli daerah (PAD).
Praktisi hukum Nofri Aldo SH menegaskan bahwa penambangan tanpa izin jelas melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).
“Pasal 158 UU Minerba menyebutkan, setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin dapat dipidana penjara maksimal lima tahun dan denda hingga seratus miliar rupiah. Aturan ini tegas dan wajib ditegakkan tanpa kompromi,” ujar Nofri Aldo via seluler kepada BENTENG TIMES, Kamis (14/8/2025), pagi.
Informasi yang dihimpun menunjukkan, tambang galian C diduga ilegal ini beroperasi di beberapa titik wilayah Gunungsitoli Idanoi. Aktivitasnya berpotensi menimbulkan kerusakan lingkungan dan gangguan kesehatan masyarakat.
Nofri Aldo menekankan bahwa setiap pihak yang dirugikan atau diuntungkan dari kegiatan ilegal dapat dimintai pertanggungjawaban hukum.
Kolase foto aktivitas pengerukan tanah menggunakan tiga unit alat berat (Excavator) di Gunungsitoli Idanoi dan jalanan umum yang dilalui truk pengangkut material tanah berdebu.
Baca: Suplai Tanah Urug Idanoi ke LNG, Debunya ke Warga, Pengusaha Untung, Pemko Gunungsitoli ‘Buntung’
Selain ancaman pidana, sambung Nofri Aldo, pelanggaran tambang ilegal juga membawa konsekuensi administratif. Berdasarkan Pasal 151 dan 152 UU Minerba, sanksi bisa berupa penghentian sementara kegiatan, pencabutan izin, hingga perampasan alat dan hasil tambang.
“Sanksi administratif bukan sekadar formalitas. Instrumen ini dirancang untuk menghentikan kegiatan ilegal, memulihkan kerugian negara, dan memberi efek jera kepada pelaku,” jelas Aldo.
Ironisnya, material dari tambang yang diduga ilegal ini dipakai untuk proyek pematangan lahan pembangunan infrastruktur LNG dalam Program Gasifikasi Klaster Nias. Proyek dijalankan oleh PT PLN Energi Primer Indonesia (EPI) bekerja sama dengan kontraktor lokal CV Kurnia Utama, yang disebut tidak memenuhi kualifikasi.
“Pihak yang menerima atau memanfaatkan hasil tambang ilegal juga dapat dimintai pertanggungjawaban pidana maupun perdata. Hukum menuntut siapa pun yang diuntungkan dari kegiatan melawan hukum,” tegasnya.
Dia mendorong agar pihak Polres Nias menindaklanjuti dugaan pelanggaran ini, termasuk melakukan investigasi dan audit terhadap legalitas material yang digunakan dalam proyek.
“Kalau terbukti ada kongkalikong antara aparat dan pengusaha, itu termasuk penyalahgunaan wewenang dan bisa dijerat UU Tipikor. Penegakan hukum harus berlaku tanpa pandang bulu,” tambahnya.
Lokasi Galian C diduga Ilegal di samping SMA Negeri 1 Gunungsitoli Idanoi, tepatnya di Desa Bawadesolo, Kecamatan Gunungsitoli Idanoi, Kota Gunungsitoli, Sumatera Utara.
Baca: Kuari Diduga Ilegal di Gunungsitoli Idanoi Tak Kunjung Ditindak, Ada Apa dengan Kapolres Nias?
Menurut Nofri Aldo, kasus kuari ilegal ini bukan sekadar pelanggaran izin tambang, tetapi ujian nyata bagi kredibilitas aparat penegak hukum.
“Hukum harus menjadi panglima, bukan sekadar simbol. Jika hukum tunduk pada kepentingan bisnis, wibawa negara akan runtuh di mata rakyat. Penegakan hukum harus tegas dan konsisten,” pungkasnya mengakhiri.