Benteng Times

Kredit Macet Yayasan SAN Rp102 Miliar, Miskinkan Rusmani Manurung!

Dwi Ngai Sinaga SH MH bersama sejumlah nasabah Yayasan Sari Asih Nusantara (SAN), usai menghadiri sidang  di Pengadilan Negeri Medan, Kamis (2/9/2021).

MEDAN, BENTENGTIMES.com– Persoalan kredit macet antara pihak Yayasan Sari Asih Nusantara (SAN) dengan nasabahnya hingga kini belum menemukan titik temu.

Upaya perdamaian yang diajukan oleh pihak debitur Rusmani Manurung, selaku Ketua Yayasan SAN, ditolak karena skema pengembalian uang dinilai tidak mengakomodir hak-hak nasabah.

Hal itu terungkap dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Kamis (2/9/2021). Sidang yang seyogyanya untuk pelaksanaan voting, pun gagal digelar.

Atas sikap penolakan itu, Hakim Pengawas PKPU Hendra Sutardodo mengambil keputusan permohonan perpanjangan waktu hingga 45 hari.

“Atas permohonan dari para kreditur untuk perpanjangan waktu selama 45 hari nantinya direkomendasi kepada majelis hakim yang menyidangkan perkara tersebut,” kata Hakim Pengawas Hendra Sutardodo, di Ruang Cakra 1 Pengadilan Negeri (PN) Medan.

BacaTerlibat Penganiayaan, Oknum Polisi Beking Rentenir Dijatuhi Sanksi Penundaan Gaji dan Naik Pangkat

BacaKasus Penggelapan Uang Nasabah, Tiga Pimpinan Yayasan Sari Asih Nusantara Diperiksa

Dilanjutkan Hendra Sutardodo, mengenai perpanjangan akan diputuskan oleh majelis hakim yang menyidangkan pada 6 September 2021 mendatang.

Halaman Selanjutnya..

Menabung 5 Tahun, Dikembalikan 8 Tahun, Adil?

Menabung 5 Tahun, Dikembalikan 8 Tahun, Adil?

Hingga saat sidang dimulai, mewakili nasabah dari Tanah Jawa, Kabupaten Simalungun, meminta agar pemilik Yayasan (debitur) segera dimiskinkan agar uang para nasabah dapat dikembalikan.

“Daripada kami menunggu 7 atau 8 tahun, kami lebih setuju bahwa beliau dalam hal ini debitur dimiskinkan. Seluruh asetnya dijual, dananya dibagikan ke seluruh nasabah yang dirugikan,” katanya, sambil menunjuk pemilik Yayasan yang hadir dalam rapat tersebut.

Dia menilai, proposal perdamaian yang diajukan pihak Yayasan Sari Asih Nusantara, malah merugikan para nasabah.

“Proses perdamaian belum dibicarakan. Artinya, voting belum disetujui. Proses perdamaian yang disampaikan itu saya rasa, nilai keadilan itu tidak untuk nasabah yang terzalimi. Justru, skema yang diberikan itu memberikan nilai ketenangan buat debitur,” ujarnya.

Suasana persidangan di Ruang Cakra 1 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Kamis (2/9/2021).

Ia juga mengomentari skema pengembalian uang nasabah yang diajukan pihak debitur, yang menyebutkan, pada Tahun 2022, yang dibayarkan hanya 5persen, jika selesai pembayarannya, maka dilanjutkan Tahun 2028. Menurut mereka, itu tidak adil bagi nasabah.

“Mohon maaf, saya nabung hanya lima tahun lalu, uang saya mau dibayar 8 tahun. Nilai keadilan mana yang kami dapatkan sebagai nasabah,” protesnya di hadapan Hakim Pengawas Hendra Sutardodo.

BacaTanjungbalai Sudah Bisa Gelar Pembelajaran Tatap Muka, Tapi..

BacaTangis Lusiana Br Sembiring, Nasabah Yayasan SAN: Hanya Itu Harapan Anak Bisa Sekolah

Dia lebih setuju jika aset seluruh Yayasan Sari Asih Nusantara maupun harta pribadi debitur dijual, lalu dibagi melalui presentasi jumlah dana yang ditabung oleh para nasabah.

“Daripada kami menunggu delapan tahun, duit kami baru dikembalikan, itu satu hal yang tidak mungkin. Mohon maaf umur tidak ada yang tahu, kalau tidak saya yang umurnya pendek, mohon maaf Ibu Manurung (debitur) yang umurnya pendek. Seandainya hal yang tidak diinginkan itu terjadi, ke mana kami mengadukan nasib kami?” tanyanya ke hakim.

Halaman Selanjutnya..

Harus Ada Legalitas Jumlah Tagihan dan Inventarisir Harta Debitur

Harus Ada Legalitas Jumlah Tagihan dan Inventarisir Harta Debitur

Usai rapat kreditur, Tim Penasehat Hukum Kreditur Ucok Tagor SH, didampingi Dwi Ngai Sinaga SH MH, dan Johnson Sibarani SH, mengatakan, seyogyanya pada sidang tersebut pelaksanaan voting. Dimana ada tiga pengajuan, yakni 13 Juli, 19 Juli, dan 2 September 2021.

Tapi, menurut Tagor, proposal perdamaian tidak mengakomodir hak nasabah atau kliennya.

“Hari ini, memang pada jadwalnya pengambilan voting atau pengambilan suara. Dengan langkah ini, maka perlu adanya ketegasan dan legalitas terhadap penetapan jumlah tagihan,” kata Tagor.

Para kreditur didampingi kuasa hukumnya dan debitur hadir dalam sidang yang digelar di Ruang Cakra 1 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Kamis (2/9/2021).

BacaMalam Jumat Mencekam di Kabanjahe, Tiba-tiba Terdengar Suara Gemuruh

BacaJanji Ikut Melaut, Begitu Diberi Pinjaman, Tidak Tampak Batang Hidungnya, Hadeuh..

Namun sebelum itu, kata Tagor, sebagai pihak penasehat nasabah, pihaknya meminta kejelasan legalitas ada penetapan jumlah tagihan, jumlah suara, dan inventaris atau harta dari debitur belum dikeluarkan oleh pengurus.

Maka, Tim Penasehat Hukum minta itu dihadirkan dalam rapat kreditur selanjutnya, bila permohonan perpanjangan.

Halaman Selanjutnya..

Rusmani Manurung Diminta Terbuka Soal Aset

Rusmani Manurung Diminta Terbuka Soal Aset

Sedangkan, Dwi Ngai Sinaga menegaskan, setelah melihat daftar dan dokumen inventaris yang dibacakan saat sidang tersebut, antara jumlah tagihan dengan inventaris yang akan bisa dikembalikan kepada nasabah, ternyata tidak sesuai.

Atas dasar itu, kata Dwi, antara pihak panitia kreditur, kuasa hukum, dan kreditur sepakat satu suara meminta perpanjangan waktu selama 45 hari sidang PKPU kepada hakim pengawas dalam rapat kreditur tersebut.

“Dan itu tadi telah dibacakan dalam rapat kreditur oleh hakim pengawas dan merekomendasikan agar menyampaikan kepada majelis hakim yang memeriksa dan memutus perkara tersebut,” ujar Dwi.

Dimana waktu itu, sambung Dwi, bisa digunakan untuk membuat surat perdamaian secara komprehensif agar pihak debitur bisa lebih nyata dan transparan tentang aset-aset yang belum ditemukan, serta bisa dapat mengembalikan total uang nasabah sebesar Rp102 miliar.

“Kita minta dengan perpanjangan ini agar debitur terbuka lah dalam perkara ini, termasuk seluruh aset yang dimiliki. Dan juga adanya jaminan aset untuk nasabah. Dimana saat ini ada 14 cabang di Sumatera Utara, dengan nasabah 77 ribu orang. Nah, dari jumlah tersebut ada 32 ribu orang mengajukan permintaan pembayaran dengan total nilai pembayaran sebesar Rp102 miliar,” papar Dwi.

Begitu juga kepada pengurus atau kurator yang dihunjuk oleh debitur, Dwi minta agar transparan.

“Kami yang ditunjuk sebagai panitia mempunyai hak memberikan saran agar debitur bisa membayar seluruh hak dari para kreditur,” tegas Dwi, seraya mengatakan bahwa sengketa tersebut belum seluruhnya tuntas.

BacaMengenang Haji Anif Lewat Buku Berjudul ‘Hidup Ihklas Tanpa Tipu Muslihat’

BacaIstri Baru Melahirkan, Anak Tiri Menggantikan di Ladang, Digituin Pula

Dan, Dwi kembali menegaskan bahwa perkara itu belum final seluruhnya. Ia mengingatkan agar jangan ada upaya meringankan Ketua Yayasan SAN Rusmani Manurung, yang saat ini statusnya telah menjadi tersangka yang ditetapkan penyidik Polresta Deli Serdang.

“Nasib nasabah harus segera dipikirkan,” pungkas Dwi.

Halaman Selanjutnya..

Nyaris Ricuh

Nyaris Ricuh

Dalam sidang tersebut, dari amatan wartawan, para kreditur sempat emosi dan menolak voting. Penawaran perdamaian dari Yayasan Sari Asih Nusantar (SAN) dinilai sama sekali tidak mengakomodir pembayaran, karena hanya memiliki aset senilai Rp10 miliar untuk dibagikan ke 32 ribu orang nasabah. Sehingga, hal tersebut tidak diterima saat itu.

Tidak hanya itu, baik nasabah dan kuasa menuntut kejelasan aset sebagai jaminan apabila debitur tidak menyanggupinya.

Pada awal persidangan, suasana nyaris ricuh karena ratusan nasabah yang sudah berdatangan sejak pukul 09.00 WIB protes, lantaran rapat tidak kunjung dimulai hingga pukul 11.43 WIB.

BacaDjarot Dapat Tugas Baru, Rapidin Simbolon Pimpin PDI Perjuangan Sumut

BacaPerpanjangan PPKM Mikro, Kapolda Sumut: Ketaatan Masyarakat Kunci Keberhasilan Menekan Penyebaran Covid-19

Ratusan nasabah yang menghadiri rapat dengan kreditur pasca putusan sela permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) sudah lelah menunggu.

Exit mobile version