Peresmian Jembatan Kiras Bangun, Mengenang Patriotisme Garamata, Sang Legenda Tanah Karo

Share this:
PELITA MONALD GINTING-BMG
Bupati Karo Terkelin Brahmana melakukan pengguntingan pita pada Acara Peresmian Jembatan Napak Tilas Pahlawan Nasional Kiras Bangun (Garamata), di Desa Batukarang, Kecamatan Payung, Kabupaten Karo, Senin (29/7/2019), pukul 11.30 WIB.

Sejarah Singkat Kiras Bangun

Atas perhatian Terkelin, Sastra Purba, mewakili Keluarga Besar Kiras Bangun menyampaikan terima kasih.

Pada kesempatan itu, Sastra menyampaikan secara singkat biografi Pahlawan Nasional Kiras Bangun.

Ia menyebutkan, Kiras Bangun lebih dikenal dengan sebutan Gara Mata (mata merah, red). Kiras Bangun dalam perjalanannya, menggalang kekuatan lintas agama di Sumatera Utara dan Aceh, untuk menentang penjajahan Belanda.

Lahir di Desa Batukarang pada tahun 1852, Kiras Bangun berpenampilan sederhana, berwibawa dengan gaya dan tutur bahasa yang simpatik.

Diungkapkan bahwa pada Tahun 1870, Belanda telah menduduki Sumatera Timur, yaitu di Langkat dan Binjai sekitarnya untuk membuka perkebunan tembakau dan karet. Dari Langkat, Belanja diketahui berkeinginan memperluas usaha perkebunan ke Tanah Karo, dengan alasan tanah di sekitar Binjai telah habis ditanami.

“Belanda ngotot, terlebih setelah mengetahui kalau tanah untuk perkebunan di daerah pegunungan Tanah Karo sangat cocok untuk pertanian, karena didukung udaranya yang sejuk sepanjang musim,” kata Sastra.

Namun, niat Belanda tidak berjalan mulus. Ada Kiras Bangun di sana.

Kepopuleran Kiras Bangun sendiri akhirnya diketahui Belanda dari penduduk Langkat. Untuk itu, timbul keinginan dari Belanda untuk menjalin persahabatan dengan Garamata agar diperbolehkan masuk ke Tanah Karo, guna membuka usaha perkebunan. Bila Garamata setuju kedatangan Belanda, maka akan diberi imbalan uang, pangkat, dan senjata.

Untuk melancarkan niat busuk (licik) itu, Belanda mengutus seseorang dan sudah berkali-kali membujuk Kiras Bangun agar Belanda diberi izin masuk ke Tanah Karo. Namun keinginan Belanda untuk memasuki Tanah Karo, ditolak mentah-mentah Kiras Bangun.

BacaKPUD Tetapkan 35 Anggota DPRD Karo Periode 2019-2024, Ini Data Selengkapnya

BacaViral Kasus Penganiayaan Oknum Polisi dan Purpur Sage, Perdamaian ala Karo

Ini membuktikan kesetiaan seorang Kiras Bangun kepada tanah tumpah darahnya, yang sudah mengetahui akal licik Belanda berniat menguasai Tanah Karo. Pada tahun 1902, situasi di Tanah Karo pun semakin memanas, semenjak Guillaume dan sejumlah pengawalnya bersenjata lengkap menduduki Berastagi dan Kabanjahe.

“Garamata dan pengikutnya berupaya menghimpun segenap kekuatan. Hingga pada akhirnya, Kiras Bangun gugur pada 22 Oktober 1942 dan jenazahnya dimakamkan di desa kelahirannya, Batu­karang, Kecamatan Payung,” kata Sastra.

Atas perjuangan itu, Kiras Bangun dianugerahi gelar Pahlawan Nasional Indonesia oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 9 November 2005, dalam Peringatan Hari Pahlawan 10 November 2005.

Share this: