Benteng Times

Belajar dari India, Bupati Karo: Saatnya Beralih ke Pertanian Ramah Lingkungan

Bupati Karo Terkelin Brahmana (kiri) saat mendengarkan pemaparan Mr T Vijay Kumar, Advisor Government of Andhra Pradesh, tentang  penerapan ZBNF, sistem bertani ramah lingkungan dan tanpa biaya bertempat di India, Jumat (22/3/2019).

INDIA, BENTENGTIMES.com– Di tengah persaingan perusahaan-perusahaan pertanian transnasional yang semakin menguasai dunia pertanian dan petani, di India ternyata hadir sebuah sistem pertanian yang menjadi alternatif menghalau itu semua. Adalah Zero Budget Natural Farming (ZBNF). Sistem pertanian berbasis ramah lingkungan ini telah membawa perubahan signifikan terhadap kesejahteraan para petani di India.

Atas keberhasilan itu, Bupati Karo Terkelin Brahmana, salahsatu kepala daerah di Sumatera Utara (Sumut), yang tertarik mendalaminya. Bersama Kepala Dinas (Kadis) Pertanian Karo Sarjana Purba, Terkelin terbang langsung ke India. Selama tiga hari di negara asal Shah Rukh Khan itu (Rabu, Kamis dan Jumat), Terkelin melihat langsung sistem Zero Budget Natural Farming (ZBNF), budidaya pertanian yang dicetuskan Subash Palekar itu.

Dan pada hari Jumat (22/3/2019), Terkelin berkesempatan mendengarkan langsung pemaparan sistem ZBNF oleh Mr T Vijay Kumar, Advisor Government of Andhra Pradesh. Mr T Vijay Kumar dalam paparannya menjelaskan bahwa penerapan sistem ZBNF merupakan alternatif untuk mengurangi ketergantungan para petani terhadap penggunaan pupuk berbahan kimia.

Sebagaimana diketahui bahwa harga-harga pupuk berbahan kimia tidak hanya relatif mahal tetapi juga dapat merusak lahan pertanian. “Oleh sebab itu harus dicarikan solusi alternatif untuk menghalaunya, dan sistem ZBNF lah solusinya,” ujar Terkelin menirukan pesan Mr T Vijay Kumar, kepada BENTENG TIMES, Sabtu (23/3/2019).

Dijelaskan, paling penting dalam sistem ZBNF adalah petani diajak memanfaatkan segala potensi yang ada di sekitar lingkungan dan lahan pertanian yang ada.

“Itulah namanya zero budget, tanpa biaya dan hasilnya dua kali lipat,” ucap Terkelin masih mengutip pesan Mr T Vijay Kumar.

Bupati Karo Terkelin Brahmana saat mempelajari sistem ZBNF di India, Jumat (22/3/2019).

Oleh Terkelin, ia menyambut baik sistem ZBNF dan akan menerapkannya di Tanah Karo. Terkait rencana ini, Terkelin mengungkapkan telah tersedia lahan seluas 98 hektare (ha) di Desa Rumamis, Kecamatan Barus Jahe. Di atas lahan itu rencananya akan diterapkan sistem ZBNF tersebut.

“Sebelum berangkat ke India, Kepala Desa Rumamis sudah menawarkan lahan itu agar kita gunakan,” ucap Terkelin.

BacaKisah Ethiopia, Negara yang Sangat Miskin, Kini jadi Surga Pertanian nan Makmur

Terpisah, Kepala Desa Rumamis Jasa Sitepu mengungkapkan bahwa areal seluas 98 ha itu selama ini merupakan lahan tidur. Dia juga membenarkan telah menawarkannya kepada Bupati Karo agar memanfaatkan lahan tidur tersebut untuk penerapan teknologi pertanian ramah lingkungan.

“Kami sudah ambil gambar lahan pakai drone dan telah melaporkannya ke bupati,” pungkas Jasa Sitepu.

Ia berharap agar Pemkab Karo memanfaatkan lahan tersebut untuk penguatan pangan, terkhusus di Kabupaten Karo. 

Sebuah Filosofi, Menolak Pertanian Kimia Wariskan Revolusi Hijau

Adalah Subash Palekar, pencetus ZBNF yang tak kenal lelah mempromosikan sistem pertanian ini di seluruh India. Subash menjelaskan ZBNF adalah filosofi, menolak pertanian kimia yang diwariskan oleh revolusi hijau dan (istilah) pertanian organik yang semakin dikooptasi oleh perusahaan-perusahaan pertanian.

Ia mengungkapkan, tingkat bunuh diri petani di India cukup tinggi. Selama 10 tahun terakhir saja sudah lebih 300.000 petani yang bunuh diri; di Negara Bagian Karnataka April-Mei 2015 sudah 60 orang bunuh diri. Penyebabnya adalah para petani tersebut terlilit hutang yang sangat besar karena membeli input-input pertanian dari kimia yang mahal. Namun gagal panen dan hasil produksinya tidak mampu mencukupi modal. Akibatnya si petani tidak mampu bayar, dipermalukan di desanya, frustasi, kemudian bunuh diri.

“ZBNF hadir sebagai solusi. ZBNF ingin melawan sistem global yang sangat menyengsarakan petani, tapi di ZBNF kita tidak ‘menyalahkan’ perusahaan-perusahaan agribisnis transnasional tersebut; kita petani sendirilah yang seharusnya jangan pernah mau menggunakan produk-produk input pertanian dari mereka,” papar Subash berfilosofi.

Disebut ZBNF karena praktik pertanian ini berusaha meminimalkan penggunaan biaya, yang biasanya berasal dari pupuk kimia, pestisida, benih GMO, upah, dan lainnya.

“Semua yang dipakai dalam ZBNF ini ada di sekitar kita petani. Itulah mengapa namanya ‘zero budget,” ujarnya.

Jiwambrita, Intercrop, Mulching & Humus

Dalam praktik ZBNF, selain menolak penggunaan input kimia, juga memaksimalkan semua yang ada di sekitar lingkungan untuk dimaksimalkan dalam lahan.

“ZBNF berusaha memaksimalkan kandungan humus dalam tanah sehingga produksi bisa maksimal,” kata Subash.

BacaLahan Pertanian di Sumut Sudah Sangat Mengkhawatirkan

Untuk itu ada beberapa hal mendasar yang harus dilaksanakan dalam praktik ZBNF. Pertama adalah harus menanam tanaman silang (intercrop) dalam satu lahan, seperti komposisi antara kelapa, pinang, pisang, kacang-kacangan, glisirida (kihujan), marigold (sejenis bunga yang berwarna oranye), drumstick (sejenis petai cina), (dan kombinasi intercrop lainnya) yang masing-masing tanaman saling mendukung satu sama lain untuk membuat kandungan humus di dalam tanah meningkatkan.

Selanjutnya, yang tidak kalah penting adalah proses mulching, proses penyebaran sisa-sisa tanaman (seperti dedaunannya, jerami, ranting-ranting) dengan meletakkannya di atas permukaan lahan.

“Asumsi yang mengatakan kalau tanaman harus mengambil nutrisi dengan dikubur ke dalam tanah adalah salah, cukup ditebar saja di atas lahan di antara dua jenis tumbuhan, dan ditambahkan jiwambrita,” jelasnya.

Jiwambrita adalah ramuan yang berfungsi untuk mempercepat proses pembusukan (dekomposisi) dari sisa tanaman yang sudah di-mulching dan juga mampu meningkatkan humus di tanah. Jiwambrita terdiri atas campuran kotoran sapi (harus sapi lokal), urin sapi, glisirida, jaeggery (bentuknya mirip dengan gula merah atau gula aren, tapi ini berasal dari tebu), dan lainnya.

“Jangan pernah pakai kotoran sapi yang bukan dari breeding lokal, karena jiwambrita tidak akan berfungsi,” katanya.

BacaTatap Muka Dengan Petani, Putra Mantan Bupati Karo Ungkap Kelangkaan Urea

Subash selanjutnya menerangkan, ZBNF bukanlah pertanian malas, yang membiarkan begitu saja lahan setelah ditanami. ZBNF harus dilaksanakan dengan teliti dan seksama, dan setidaknya dilakukan pengontrolan setiap harinya.

“Hasil menunjukkan banyak petani di India yang sukses setelah teliti menerapkan sistem ini. Hasil panennya bertambah dua kali lipat, ia terbebas dari hutang, menjaga alam dan lingkungan, dan membantu mendinginkan bumi yang semakin panas,” tegasnya.

Exit mobile version