Benteng Times

Ini 9 Kepala Daerah di Sumut yang Terjerat Kasus Korupsi

Bupati Labuhanbatu Pangonal Harahap saat turun dari mobil tahanan KPK.

JAKARTA, BENTENGTIMES.com– Menurut data dihimpun, sedikitnya 9 kepala daerah di Sumatera Utara (Sumut) terjerat kasus korupsi. Yang terbaru Selasa (17/7/2018) malam, tim penindakan KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Bupati Labuhan Batu Pangonal Harahap di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten.

Sejumlah barang bukti diamankan KPK, termasuk uang ratusan juta rupiah yang diduga sebagai suap terkait salah satu proyek infrastruktur di Kabupaten Labuhanbatu. Dengan ditangkapnya Pangonal Harahap, menambah daftar panjang kepala daerah di Sumatera Utara yang terjerat korupsi. Berikut ini sembilan kepala daerah dari Sumatera Utara yang terjerat korupsi, baik yang sudah divonis maupun yang masih menjalani proses hukum:

1. Pangonal Harahap

Bupati Labuhanbatu Pangonal Harahap (48), ditangkap pada 17 Juli 2018 malam di Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta. Pangonal ditangkap bersama empat orang lainnya.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, KPK langsung membawa lima orang tersebut ke Gedung KPK untuk pemeriksaan lebih lanjut.

“Diduga terkait dengan proyek di PUPR setempat,” kata Febri saat dikonfirmasi. Seperti diketahui, Pangonal Harahap baru menjabat sebagai Bupati Labuhanbatu selama 17 bulan.

(Baca: Bupati Labuhanbatu Terkena OTT KPK)

(Baca: OTT Bupati Labuhanbatu, KPK Amankan Bukti Transfer Ratusan Juta)

2. Gatot Pujo Nugroho

Mantan Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho divonis 3 tahun penjara pada 14 Maret 2016, setelah dinyatakan terbukti memberikan suap kepada hakim Pengadilan Tata Usaha Negara di Medan. Istrinya, Evi Susanti, juga divonis 2,5 tahun penjara dalam kasus yang sama.

Kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan KPK di Gedung PTUN Medan, pada 9 Juli, terhadap M Yagari Bhastara alias Gerry, pengacara dari Kantor Hukum OC Kaligis dan Partner yang pada saat itu diduga menyuap tiga hakim PTUN Medan serta seorang panitera, Syamsir Yusfan.

Gatot kembali divonis 6 tahun penjara dan denda Rp200 juta pada 24 November 2016. Dia dinyatakan terbukti melakukan korupsi dana hibah dan bantuan sosial (bansos) 2012 dan 2013 senilai Rp4 miliar.


Gubernur nonaktif Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho dan istrinya Evy Susanti saat naik di mobil tahanan KPK.

Kasus ini menyeret 38 anggota DPRD Sumut yang diduga menerima fee dalam persetujuan laporan pertanggungjawabab Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, untuk Tahun Anggaran 2012-2014 oleh DPRD Sumut, pengesahan APBD Tahun Anggaran 2014-2015 serta penolakan hak interpelasi anggota DPRD Sumut dari Gatot Pujo Nugroho.

3. Rahudman Harahap

Mantan Wali Kota Medan Rahudman Harahap, menjalani hukuman 5 tahun penjara karena dinilai terbukti menyalahgunakan wewenang dalam penggunaan Dana Tunjangan Pendapatan Aparatur Pemerintahan Desa Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel) 2005 sebesar Rp1,5 miliar. Kasus yang menjeratnya ini terjadi saat dirinya menjabat sebagai Pj Sekda Tapsel.

Mantan Walikota Medan Rahudman Harahap saat menjalani sidang.

Awalnya, Rahudman sempat divonis tidak bersalah pada Pengadilan Tipikor di PN Medan, pada 15 Agustus 2013. Jaksa Penuntut Umum (JPU) waktu itu menyayangkan vonis bebas dari hakim lalu mengajukan kasasi. Tujuh bulan setelah itu, Mahkamah Agung melalui majelis hakim yang terdiri dari Mohammad Askin, MS Lumme, dan Artidjo Alkostar, pun mengabulkan permohonan JPU. Dzulmi Eldin yang saat itu menjabat sebagai wakil wali kota menggantikannya menjalankan tugas sebagai wali kota.

4. Robert Edison Siahaan

Mantan Wali Kota Siantar RE Siahaan divonis 8 tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Pengadilan Negeri Medan, pada 6 Maret 2012.

RE Siahaan, mantan Walikota Siantar saat menaiki mobil tahanan.

Dia terbukti bersalah menyelewengkan Dana Rehabilitasi/Pemeliharaan Dinas Pekerjaan Umum pada APBD Kota Pematangsiantar Tahun 2007 hingga sebesar Rp343 miliar. Robert disebut telah memerintahkan untuk memotong anggaran pemeliharaan rutin Dinas Pekerjaan Umum sebesar 40 persen dari setiap proyek. Uang hasil pemotongan itu kemudian mengalir ke kantong pribadinya dalam beberapa tahap.

5. Fahuwusa Laia

Mantan Bupati Nias Selatan (Nisel) Fahuwusa Laia divonis 3 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Tinggi Jakarta, 4 April 2012. Fahuwusa Laia dinilai terbukti melakukan suap terhadap penyelenggara negara.

Mantan Bupati Nias Selatan Fahuwusa Laia menyimak pembacaan tuntutan jaksa penuntut umum dalam sidang atas kasusnya, yaitu dugaan suap kepada anggota KPU, Saut Hamonangan Sirait, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, lalu.

Kasus berawal dari penemuan penyimpangan dalam penetapan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Nias Selatan Fahuwusa Laia dan Rahmat Alyakin. KPUD Provinsi Sumatera Utara memberhentikan Anggota KPUD Kabupaten Nias Selatan yang dinilai menerima suap lalu membatalkan penetapan Fahuwusa dan Rahmat sebagai pemenang Pilkada untuk masa periode kedua.

6. Binahati Benedictus Baeha

Mantan Bupati Nias Binahati divonis 5 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Medan, pada 10 Agustus 2011 setelah dinilai terbukti melakukan penyelewengan dana penanggulangan bencana gempa dan tsunami di Kabupaten Nias sebesar Rp3,7 miliar dari sekitar Rp9,4 miliar yang dikucurkan.

Mantan Bupati Nias Binahati Benedictus Baeha kembali menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Medan, Kamis (26/10/2017).

Pada 9 Maret 2018, Binahati kembali divonis 2 tahun penjara di PN Medan dalam kasus korupsi penyertaan modal Pemerintah Kabupaten Nias pada 2017 kepada PT Riau Airlines. Binahati menyatakan banding atas putusan tersebut.

7. Syamsul Arifin

Mantan Gubernur Sumut Syamsul Arifin divonis 2,5 tahun penjara. Syamsul Arifin dinyatakan terbukti bersalah menyelewengkan dana kas daerah sebesar 57 miliar untuk kepentingan pribadi saat menjabat sebagai Bupati Langkat dalam dua periode, yaitu 1999-2004 dan 2004-2008. Dia divonis 2,5 tahun penjara dan denda sebesar Rp150 juta oleh Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi pada PN Jakarta Pusat pada 15 Agustus 2011.

Syamsul Arifin, mantan Gubernur Sumatera Utara saat menjalani persidangan.

Lalu, Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Tinggi Jakarta tanggal 24 November 2011 menjatuhkan vonis 4 tahun penjara kepada Syamsul Arifin. MA mengukuhkannya dengan menjatuhkan vonis 5 tahun penjara dan denda sejumlah Rp500 juta pada 3 Mei 2012. MA juga mewajibkan Syamsul membayar uang pengganti kepada negara sejumlah Rp88,2 miliar dikurangi Rp80,1 miliar yang telah dikembalikan ke negara sebelumnya.

8. Abdillah, mantan Wali Kota Medan

Abdillah terjerat dua kasus korupsi, yaitu kasus pengadaan mobil pemadam kebakaran dengan merek Morita pada tahun 2005 serta kasus penyalahgunaan APBD Pemerintah Kota Medan 2002-2006.

Pada kasus pertama, Abdillah dinilai terbukti melakukan pengadaan tanpa melalui proses lelang yang resmi. Dia dan wakilnya, Ramli, bersama-sama menyetujui pengadaan tanpa seleksi hingga menentukan harga dan pemenang sendiri.

Mantan Walikota Medan Abdilah

Sementara itu, pada kasus kedua yang menjeratnya, Abdillah dinilai terbukti melakukan korupsi dana daerah hingga Rp50,58 miliar selama periode 2002-2006. Dana puluhan miliar itu digunakannya untuk keperluan pribadi dan nondinas, seperti menjamu tamu pribadi, pembelian telepon seluler, pembelian lampu kristal, dan tiket pesawat.

Abdillah disebutkan menutupi hal tersebut dengan sepakat membuat laporan pertanggungjawaban yang menggunakan data, proposal, serta kuitansi fiktif. Pada pengadilan tingkat pertama di PN Medan, 22 September 2008, Abdillah divonis 5 tahun penjara. Dalam proses banding hingga inkracht di Mahkamah Agung, 14 Juli 2009, hukumannya menjadi 4 tahun penjara.

9. Ramli Lubis

Mantan Wakil Wali Kota Medan Ramli divonis 4 tahun penjara dan denda sebesar Rp200 juta pada 8 Oktober 2008. Hukuman ini lebih rendah satu tahun ketimbang tuntutan jaksa penuntut umum.

Mantan Wakil Walikota Medan Ramli Lubis

Dia dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam pengadaan mobil pemadam kebakaran di Medan dan penyalahgunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2002-2006 bersama-sama dengan Wali Kota Medan saat itu, Abdillah. Perbuatannya dan Abdillah dinilai telah merugikan keuangan negara hingga sebesar Rp3,69 miliar.

Exit mobile version