Ingat, Ibadah dan Ritual Peribadatan Tidaklah Sama

Share this:
BMG
Pendeta Saut Hamonangan Sirait.

Tiap orang yang terbukti sebagai Pengikut Yesus, dikenakan stigma penganut agama durjana yang ilegal. Status itu mengandung konsekuensi kejam. Seluruh penduduk wajib membunuh alias ‘halal’ darahnya.

Saulus menjadi salah satu aktor utama dalam pembantaian terhadap Pengikut Yesus. Stefanus menjadi salah satu korban pembantaian yang dipimpin Saulus (Kis. 11: 19).

“Keadaan itu memaksa Pengikut Yesus untuk melakukan tefilla dengan sembunyi-sembunyi, di rumah-rumah mereka,” jelas Pdt Saut Sirait, yang juga pernah menjadi aktivis pemuda Kristen di Ketua DPP Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (DPP GAMKI) ini.

Pada perkembangan lanjut, tefilla itu dilakukan dalam bentuk keluarga, menjadi jemaat keluarga. Sejak masa Sinagoge, tefilla menjadi core business-nya.

“Hal inilah yang kemudian diikuti gereja-gereja hingga saat ini. Pemahaman yang dianut semua orang hingga saat ini selalu mengatakan Ibadah Minggu. Padahal, Ibadah berasal dari kata Abudah, merupakan tindakan, karya. Pengabdian dalam bentuk paling konkrit,” jelasnya.

BacaJokowi dan Agenda Negara Syariat Islam

Yesus bahkan memberi jaminan terhadap orang yang melakukan ibadah (bukan tefilla) yang masuk beroleh hidup yang kekal (lihat Matius 25: 31-46).

“Sekali lagi, bukan tefilla, tetapi Abudah yang menjamin dan memastikan kehidupan kekal. Bukan berarti tefilla tidak penting. Perjumpaan dalam bentuk ritus sangat bermakna untuk memberi penguatan spiritual. Tetapi sekali lagi, tefilla bukan jalan raya keselamatan,” jelasnya.

“Bila perdebatan menyangkut tefilla ini mengharubiru di dalam jemaat, dan terutama para pendeta, mari kembali belajar bersama. Karena tefilla itu dimulai di rumah, bersama keluarga,” pungkas mantan Ketua Umum DPP Partisipasi Kristen Indonesia (Parkindo) ini.

Share this: