Benteng Times

Memahami ‘Kemarahan’ Namboru Ratna Sarumpaet

Tuan Guru Syekh H Ahmad Sabban Rajagukguk

Catatan: Tuan Guru Syekh H Ahmad Sabban Rajagukguk

SIMALUNGUN, BENTENGTIMES.com – Namboru Ratna Sarumpaet dan Tulang Luhut Binsar Panjaitan sama-sama lahir dan merupakan putra-putri Batak, Tapanuli. Sama-sama putri-putra terbaik bangsa dan tokoh nasional. Dan, ‘gaduhnya’ mereka di Tigaras, kawasan Danau Toba, sama-sama mempertahakan martabat Tapanuli dan Danau Toba. Bedanya, Namboru RS oposisi dan Tulang LBH loyalis Presiden Jokowi.

Saya sangat sepakat bahwa penghentian pencarian korban tenggelamnya KM Sinar Bangun Danau Toba adalah keputusan paling terbaik meskipun menyisakan banyak kesedihan dan kepiluan.

Pemerintah sudah banyak sekali berbuat. Basarnas dan segenap pencari korban sudah maksimal. Panglima dan Kapolri sudah turun. Tiga Kementerian terkait kerja keras. Tidak pelak lagi, Pemerintah Kabupaten Simalungun yang langsung dikomandoi Bapak Bupati sudah berikhtiar dengan segenap usaha dan sekuat tenaga.

Demi pertimbangan kemanusiaan dengan segala usaha yang sudah dilakukan secara maksimal, ajaran agama, kesusahan keluarga korban dan keselamatan bersama, akhirnya pencarian korban dihentikan dan mengajak semua elemen agar dapat memakluminya serta mendoakan yang terbaik untuk korban dan keluarga.

Putusan penghentian ini memang tidak mudah untuk diterima, terkhusus bagi keluarga korban. Apalagi di antaranya ada satu keluarga korbannya dari 12 sampai dengan 17 anggota keluarga dan lainnya. Tentu ini sangat berat. Tapi pemerintah kita sudah bekerja semaksimal mungkin. Sungguh mau tidak mau, inilah putusan yang terbaik untuk korban, keluarga dan kita semua.

Saya sendiri turut menyaksikan betapa keluarga korban secara umum sudah menerima keputusan pemerintah ini. Dan, masing-masing keluarga sudah berupaya untuk ikhlas dan berserah diri kepada Allah Tuhan Yang Maha Kuasa.

Namun kemarin, Bapak Luhut Binsar Panjaitan (LBP) selaku menteri terkait ketika menyampaikan penghentian pencarian secara nasional dan melakukan tabur bunga untuk korban, sempat bersitegang (marbadai) dengan Namboru Ratna Sarumpaet (NRS). Pasalnya, Namboru RS tidak sepakat pencarian ini dihentikan. Demi alasan kemanusiaan, karena posisi korban sudah teridentifikasi di dasar Danau Toba.

Secara waktu, kemarahan Namboru RS untuk tidak menerima penghentian pencarain korban kurang tepat karena akan menggugah emosional keluarga yang sudah sempat menerima keadaan ini. Apalagi, kehadiran Namboru RS baru kemarin sehingga tidak merasakan kondisi psikologis lelahnya pencarian ini.

Namun, harus dipahami, bukan karena ingin membela kemarahan RS, tapi ini soal kemanusiaan dan martabat bangsa di mata dunia. Kita harus jujur bahwa memahami kemarahan Namboru RS harus dibaca secara visioner dan futuristik.

Dia marah bukan hanya dalam konteks mayat-mayat yang tidak bisa terangkat pada tenggelamnya KM Sinar Bangun di Danau Toba. Tapi pesan Namboru ini soal kemanusiaan yang lebih dalam dan masa depan destinasi parawisata internasional Danau Toba.

Mungkin karena semua korban ini adalah warga Indonesia bisa kita maklumi. Tapi bagaimana sekiranya yang korban ada wisatawan mancanegara?

Ini menyangkut visi yang lebih jauh dan harga diri bangsa di mata dunia internasional. Yakni soal kemanusiaan dalam konteks dunia serta pandangan dunia terhadap sikap bangsa kita dalam menyikapi korban tenggelam di Danau Toba.

Hemat saya, kemarahan Namboru RS juga mengisyaratkan bahwa Indonesia harus menjamin keselamatan dan melindungi setiap pengunjung, apakah domestik dan mancanegara di Danau Toba dan seluruh kawasan pariwisata kita.

Namboru RS sangat khawatir bagaimana mungkin Danau Toba dipersiapkan jadi destinasi internasional jika korban yang tenggelam sebegitu banyak, tapi negeri ini tidak punya kemampuan tekhnologi mengangkatnya.

Namboru RS cerita tentang masa depan yang jauh lebih penting. Namboru RS sedang menegur pemerintah, terkhusus kementerian terkait dan presiden. Bagaimana kita cerita tentang bangsa yang lebih hebat sedangkan mengangkat korban mayat-mayat yang sudah teridenfikasi secara jelas, kita tidak berdaya untuk mengangkatkanya.

Bagaimana kita mampu mengangkat ‘martabat’ anak bangsa yang masih hidup jika yang sudah jadi mayat saja kita tidak bisa mengangkatnya dari dasar Danau Toba. Ini sangat penting, karena tragedi KM Sinar Bangun sudah menjadi berita internasional dan Danau Toba sedang dipromosikan sebagai destinasi pariwisata internasional.

Hemat saya, sungguh Namboru RS ini tidak butuh panggung, hanya sekedar sensasi. Sebab, jauh sebelumnya, Namboru RS sudah dikenal sebagai wanita yang memiliki track record tokoh nasional.

Kita semua tahu bahwa Ratna Sarumpaet asli putra batak lahir di Tarutung pada 16 Juli 1949. Dedikasinya untuk bangsa dibuktikan dengan segudang karya, prestasi dan penghargaan, antara lain Netpac Award, Asiatica Film Mediale, Rome, Film Jamila & Sang Presiden, 2009.

Kemudian, Nominator Penulis Skenario Cerita Adaptasi Terbaik, Festival Film Indonesia untuk film Jamila dan Sang Presiden, 2009. Nominator Sutradara Terbaik Festival Film Indonesia, untuk film Jamila dan Sang Presiden, 2009. Tsunami Award (Ratna Sarumpaet Crisis Center), 2005, Female Human Rights Special Award dari The Asia Foundation For Human Rights di Tokyo, Jepang, 1998.

Dalam wikipedia dijelaskan bahwa Ratna Sarumpaet dibesarkan di keluarga Batak Kristen yang aktif dalam politik. Ratna merupakan anak ke-5 dari sembilan bersaudara. Ia menjadi seorang mualaf setelah menikah dengan seorang pengusaha berdarah Arab-Indonesia, Ahmad Fahmy Alhady.

Dari pernikahannya tersebut, ia dikaruniai empat orang anak, yaitu Mohamad Iqbal (1972), Fathom Saulina (1973), Ibrahim (1979) dan Atiqah Hasiholan (1982).

Lelah menjadi objek intimidasi aparat, pada akhir 1997 Ratna memutuskan melakukan perlawanan. Ia menghentikan sementara kegiatannya sebagai seniman dan mengumpulkan 46 LSM dan organisasi-organisasi pro demokrasi di kediamannya, lalu membentuk aliansi bernama Siaga.

Sebagai organisasi pertama yang secara terbuka menyerukan agar Suharto turun, Siaga menjadi salah satu organisasi paling diincar oleh aparat. Menjelang Sidang Umum MPR, Maret 1998, ketika pemerintah mengeluarkan larangan berkumpul bagi lebih dari lima orang, Ratna bersama Siaga justru menggelar sebuah Sidang Rakyat ‘People Summit’ di Ancol.

Pertemuan ini kemudian dikepung oleh aparat dan Ratna, tujuh kawannya dan putrinya (Fathom) ditangkap dan ditahan dengan banyak tuduhan, salah satunya makar.

Sesaat setelah Ratna ditangkap, Edmund William, Atase Politik Amerika di Indonesia waktu itu mengatakan di hadapan para wartawan: “Perempuan ini memberikan nyawanya untuk perubahan. Kualitas pemimpin yang dibutuhkan Indonesia kalau Indonesia betul-betul mau berubah”.

Hal yang sama di saat yang sama juga diucapkan Faisal Basri: “Kita kehilangan seseorang yang mau memasang badannya untuk demokrasi.”

Bersama kawan-kawannya, Ratna kemudian ditahan di Polda Metro Jaya. Sepuluh hari terakhir berada di LP Pondok Bambu, gerakan mahasiswa dan rakyat yang mendesak agar Suharto turun terus memuncak.

LP Pondok Bambu dikawal ketat karena mahasiswa mengancam akan mengepung untuk membebaskan Ratna. Setelah 70 hari dalam kurungan, sehari sebelum Suharto resmi lengser, Ratna dibebaskan.

Setelah Suharto lengser, Ratna Sarumpaet tidak langsung melenggang. Bersama Siaga, 14-16 Agustus 1998, ia menggelar “Dialog Nasional untuk Demokrasi” di Bali Room, Hotel Indonesia, dihadiri sekitar 600 peserta dari seluruh Indonesia.

Forum yang dihadiri semua lapisan ini (aktivis, budayawan, intelektual, seniman dan mahasiswa) merumuskan cetak biru pengelolaan negara RI. Cetak biru itu kemudian diserahkan ke DPR dan pada Habibie, sebagai Presiden saat itu.

Sebagai penggagas dialog nasional untuk demokrasi serta keterlibatannya dalam Peristiwa Semanggi II membuat Ratna kembali mejadi target.

Ia dituduh mengelola gerakan para militer dan dituduh bekerja sama dengan tokoh militer tertentu melakukan pelatihan militer di wilayah Bogor.

Menhankam Pangab waktu itu bahkan secara khusus menggelar petemuan dengan para editor se-Jakarta mempresentasikan dan menekankan betapa berbahayanya Ratna. Oleh kawan-kawannya Ratna kemudian disembunyikan.

Oleh situasi politik yang terus meruncing, November 1998 Ratna akhirnya diungsikan ke Singapura dan selanjutnya ke Eropa.

Lebih lanjut profil Namboru RS dapat diakses di internet. Hemat kita, Namboru RS adalah wanita Batak yang sangat luar biasa dan kebanggaan Indonesia. Salam.

Exit mobile version