Benteng Times

Mengapa Sangat Sulit Mengevakuasi Korban di Danau Toba?

Tim SAR saat melakukan pencarian korban KM Sinar Bangun.

Catatan: Hasan

1. Penyebab Pertama: Kedalaman 450m

Opsi: Memakai ROV.

Untuk mencapai kedalaman ini alat yang paling memungkinkan adalah ROV (Remoted Operated Vehicle). ROV sendiri ada beberapa tipe, Observation Class, Semi-Work Class dan Work Class. Umumnya ROV ini memiliki lengan yang dinamakan manipulator, berguna untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan sederhana di bawah air.

Untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan bawah air, biasanya memakai semi-work Class atau Work Class ROV. Kedua tipe ROV ini pun tidak serta merta bisa dipakai untuk evakuasi korban. Pergerakan lengannya pun sangat terbatas, beda dengan gerakan tangan manusia, sedangkan evakuasi membutuhkan manuver yang kompleks.

Dan, karena ukurannya yang besar, akan sangat sulit (kalau tidak bisa dikatakan impossible) untuk sampai masuk ke dalam KM Sinar Bangun yang kecil. Belum lagi semburan thruster ROV yang bisa merubah keseimbangan kapal karam. Untuk manuver di dalam Platform Offshore ukuran tertentu saja ROV WORK CLASS sudah tidak recommended.

Kabarnya ROV dipakai kemarin (yang sudah kecil) itu sedang stuck di bawah dan belum bisa direcover, padahal setau saya pilot operatornya sangat ahli. 6 bulan terakhir kebetulan saya bekerja dengan beliau.

Opsi selanjutnya: Saturated Diving.

Ini lebih sulit lagi. Pilihan diving yang tersedia adalah Saturated Diving. Ini adalah tipe penyelaman kerja dengan memakai habitat bertekanan dengan gas campuran untuk kedalaman lebih dalam daripada air-dive (> 30m).

Jadi, untuk kedalaman 450 meter, penyelam harus dibiasakan dulu untuk hidup di tekanan 45 Bar atau sekitar 650 Psi. Sekedar informasi, tekanan ban mobil itu biasanya berada di range 30-32 psi. Jadi tekanan yang harus dialami oleh diver sekitar 20 kali tekanan ban. Dan mereka harus hidup 24 jam selama operasi dengan tekanan ini! Penyesuaian untuk sampai ke 6 bar saja itu bisa mencapai 2-3 hari. Nah kalau ke 45 bar . . wallahu ‘alam.

Dalam sejarahnya pun, saturated diving untuk bekerja ini yang pernah tecatat hanya sampai 320 meter. Sedangkan untuk penelitian sampai 500 m (one time only). Umumnya pekerjaan saturated diving di Oil & Gas rata-rata hanya sampai 60m. Di atas 100m atas dasar safety pekerjaan biasanya dilakukan oleh ROV.

Saturated Diving sendiri adalah pekerjaan yang sangat beresiko, bukan hanya ketika menyelam, tetapi 24 jam sepanjang waktu pekerjaan, karena para penyelam harus hidup di habitat dengan tekanan yang sama dengan tekanan terdalam nantinya.

Ada kebocoran sedikit saja bisa mengakibatkan pecahnya semua jeroan sang penyelam (bayangkan saja tekanan 20 kali ban pecah).

Saya pernah mengawasi pekerjaan dimana penyelam Saturated Diving-nya sakit dan harus dibawa ke dokter, tapi karena dia berada di habitat bertekanan, butuh 3 hari menunggu penyesuaian tekanan sampai dia bisa dievakuasi. Orangnya sudah muntah-muntah terus di ruangan yang sangat kecil. Kita hanya bisa mengamati dari kaca sambil memberikan arahan.

Memasang instalasi Saturated Diving (yangg sangat besar) di kapal yg tidak didesain untuk pekerjaan tersebut sangat beresiko.

2. Penyebab Kedua: Lokasi

Yang menyulitkan evakuasi ini adalah karena lokasinya di Danau Toba. Baik opsi Semi Work Class/Work Class ROV (yang unlikely bisa melakukan evakuasi jenazah) dan opsi Saturated Diving (yang very unlikely bisa mencapai 450m) semuanya itu membutuhkan kapal yang besar (mulai dari 1700 DWT). Berbeda dengan Observation Class ROV yang dipakai saat ini (dan stuck) tidak membutuhkan deck yang luas dan crane besar.

Saya sangat tidak yakin ada kapal ukuran dengan deck yang cukup luas dan kokoh untuk menampung semua peralatan yang dibutuhkan (sampai 6-10 kontainer) dan tersedia di Danau Toba apalagi untuk mengangkat itu semua juga membutuhkan crane kapasitas besar yang juga umumnya hanya berada di pelabuhan-pelabuhan besar.

Pun ketika kapal tersebut bisa didatangkan kemudian semua alat bisa dipasang, lagi-lagi 450m adalah kedalaman yang bisa dikatakan mustahil untuk melakukan evakuasi, seperti yang dijelaskan di atas.

Jadi kondisi yang ada di Danau Toba itu sangat berbeda dengan beberapa kejadian lain, misalnya pesawat Air Asia (laut lepas, kedalaman 30m, evakuasi dilakukan) dan lebih mirip dengan kejadian Adam Air (laut lepas, kedalaman 2000m) yang tidak dilakukan evakuasi korban, meskipun kedalaman 2000m masih masuk range kedalaman kerja dari ROV Work Class.

Sekarang, kondisi kapal dan korban sudah ketahuan, tidak adalagi kegiatan evakuasi yang akan bisa menyelamatkan nyawa. Pilihan yang terpapar memang bisa dibilang tidak memungkinkan.

Nah sekarang saya kebayang, ketika kepala Basarnas yang mengatur ratusan orang selama 2 minggu 24/7 jam dan masih harus menjelaskan hal-hal seperti ini ke seorang ibu rempong yang menerobos forum para korban dan merasa sebagai perwakilan korban.

Akhirnya 5 kata tersembur: “Bu *** aja yang menyelam”. Not my choice of words, but I would understand.

Penulis adalah orang yang sudah 6 bulan terakhir bekerja dengan Remoted Operated Vehicle (ROV).

Exit mobile version