Bunuh Saja Messi!

Share this:
Lionel Andres Messi

Di sinilah terjadi situasi berbeda dari Piala Dunia edisi-edisi sebelumnya. Sebelumnya, tim secara keseluruhan yang patut dipersalahkan, tapi saat itu justru kesalahan berada di pundak Messi. Namun, saat itu ‘Si Kutu’ masih beruntung karena tanggung jawab itu masih dibagi dua: dirinya dan Maradona sebagai pelatih.

Maradona yang tak mampu mengulangi kejayaannya pun mundur dengan berani dan tinggallah Lionel Messi sendiri.

Sejak itu, kesepian pun melanda Messi (bila bermain di Timnas Argentina). Apalagi, torehan prestasi di Barcelona terus bertambah, membuat publik semakin yakin bahwa di masa Messi lah kejayaan 1986 silam akan terulang. Harapan bertumpu di pundaknya seorang, tak seperti di tahun 2010, dimana dia masih berbagi dengan Maradona.

Empat tahun kemudian, tepatnya 2014, saat Messi berada di usia keemasan seorang pesepakbola, 27 tahun, dan saat Messi sedang berada di puncak karir, jadilah Argentina sebagai tim terfavorit untuk merengkuh juara, setelah Brazil yang saat itu menjadi tuan rumah.

Memang, tak banyak gol yang tercipta dari kaki Messi, tapi perannya di laga per laga begitu berarti hingga akhirnya Argentina berada di puncak kompetisi: Grand Final Piala Dunia 2014, berhadapan dengan Jerman.

Akhirnya, akan lahir raja baru di Argentina setelah 28 tahun dalam penantian. Dan, Messi lah raja itu. Gemerlap kebintangan Mario Kempes, Maradona, akan sirna digantikan bintang baru: Lionel Andres Messi. Begitulah kira-kira yang akan terjadi.

Tak hanya faktor Messi, tapi faktor sejarah juga jadi alasan yang kuat untuk menyatakan bahwa Argentina akan menjadi juara Piala Dunia 2014, karena tak sekali pun pernah terjadi tim Eropa menjadi juara di tanah Amerika.

Tapi, Goetze mengubur impian itu dalam-dalam. Golnya di babak pertambahan waktu memupus harapan Argentina sekaligus menjadikan Messi menjadi pecundang. Ya, tetap Messi yang dipersalahkan.

Share this: