Jokowi dan Agenda Negara Syariat Islam

Share this:
Presiden Joko Widodo

Oleh: Denny Siregar

Sejak awal meletusnya perang Suriah, di Indonesia terbangun jurang yang lebar antara Islam Moderat dan Islam Radikal.

Indonesia dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia, selama ini aman dan damai karena diwakili oleh wajah-wajah moderat, terutama oleh NU dan Muhammadiyah. Tetapi sejak reformasi 1998, kelompok-kelompok radikal berwajah Islam mulai menunjukkan taringnya.

Kelompok ini berusaha total mengambil alih brand Islam dan ulama, dengan selalu mengasosiasikan apa yang mereka lakukan atas nama “perjuangan Islam”. Dan mereka kemudian mengangkat beberapa orang ustad sebagai ‘ulama’ sehingga mereka bisa memperluas pengaruhnya.

Kelompok-kelompok radikal ini menyebar melalui pengajian-pengajian dan masjid-masjid, juga sekolah-sekolah, termasuk menguasai mushala. Mereka bergerak secara sistematis dan gerilya sehingga bahkan aparat pun tidak merasa dan mengetahui bahwa mereka tersusupi gerakan radikal yang didanai super gede ketika mengundang penceramah yang perlahan namun pasti mencuci otak mereka dengan Ideologi khilafah.

NU dan Politik Sarungan

Selama pemerintahan SBY mereka berkembang biak dan meluas tanpa diketahui maksud dan tujuannya. Bahkan pada tahun 2013, stasiun televisi pemerintah dengan nyamannya menyiarkan “muktamar khilafah” yang jelas-jelas mengancam keutuhan NKRI.

Kelompok radikal ini menguat dan ketika Pilpres 2014. Mereka semakin pede memilih calon presiden sesuai dengan agenda besar mereka untuk menguasai negeri ini.

Namun Tuhan masih peduli dengan terpilihnya Jokowi sebagai Presiden RI, jelas mengganggu gerak langkah mereka-mereka men-Suriahkan, karena dari rekam jejak Jokowi di Solo dan Jakarta, ia tidak berkompromi dengan kelompok-kelompok radikal ini. Jokowi berani menghapus dana bansos yang menjadi mesin pendanaan dan periuk nasi mereka selama ini.

Lalu, mulailah serangan-serangan datang ke Jokowi. Serangan itu berbentuk banyak model mulai mendiskreditkan bahwa Jokowi adalah anak PKI sampai Jokowi adalah presiden anti ulama.

Langkah Jokowi dalam menghadapi situasi ini bisa dibilang langkah tuntunan dari TUHAN yang nampak sangat taktis dan cerdas yang meloloskan NKRI dari bencana kehancuran seperti banyak terjadi di Negara-negara Timur Tengah.

Jika biasanya dalam posisi seperti itu, pemimpin yang takut kehilangan ‘Suara Umat Islam’ akan merangkul mereka-mereka, Jokowi mengambil langkah sebaliknya.

Jokowi malah merangkul kelompok Islam moderat yang selama ini diam karena tidak ingin banyak keributan. Ia mendatangi pesantren-pesantren NU dan Muhammadiyah dan menggandeng ulama-ulama mereka. Langkah Jokowi berhasil memecah framing yang dibangun kelompok radikal, bahwa Islam dan ulama adalah milik mereka.

Secangkir Kopi Untuk NU

Puncaknya pada bulan Juli 2017, Jokowi mengeluarkan Perppu pembubaran HTI. Tentu ia sudah banyak berkonsultasi dengan NU dan Muhammadiyah perkara yang sensitif ini.

Sontak langkah berani terukur Jokowi membuat gerakan radikal seperti kehilangan arah dan tali temali diantara mereka semakin longgar. Dalam situasi seperti itu, Jokowi semakin menguatkan tekanannya dengan merapat ke ulama-ulama besar yang baik dan berkoordinasi dengan mereka

Pelan-pelan, stigma presiden anti ulama semakin luntur dari tubuh Jokowi. Ia malah tercitrakan sebagai santri dan mempunyai kedekatan dan kepedulian tinggi dengan Islam dan para ulama.

Kelompok radikal merasa bahwa mereka gagal total dalam menghantam Jokowi dengan isu agama ini, sehingga mereka mencoba bermain api dengan isu pembunuhan ulama oleh orang gila baru-baru ini.

Ujian Terbaru Kita Ada di 2019

Pada saat Pilpres nanti, jelas kelompok politik lawan Jokowi akan habis-habisan memainkan ‘kartu’ Islam radikal ini untuk meraih suara. pemanfaatan masjid-masjid sebagai tempat gerakan politik akan kembali dimarakkan dimana-mana.

Tergantung kita sekarang , apakah kita sebagai umat Islam mau dan bisa ditunggangi oleh agenda politik kotor serta jahat mereka? Harusnya TOLAK/JANGAN MAU.

Sterilisasi masjid dari agenda politik yang memecah belah kita. Jika ada penceramah yang memprovokasi terutama pada Shalat Jumat dan penggunaan masjid untuk gerakan politik, rekam, viralkan di media sosial dan kirimkan ke kepolisian.

Mengawal Jokowi, bukan hanya mengawal kebangkitan ekonomi dan sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia saja. Tetapi juga melawan agenda besar kelompok radikal untuk menjadikan Indonesia sebagai negara bersyariat Islam.

Karena kita akan menjadi anak yang durhaka jika tidak bisa menjaga negeri ini sesuai dengan amanat para pejuang kemerdekaan yang sudah mendahului kita.

Setuju? Mari seruput kopi dulu.

Share this: